Derap zaman semakin berkembang, banyak permasalahan baru yang tidak ditemukan di zaman Rasulullah dan generasi setelahnya yang senantiasa menghiasi kehidupan umat Islam.
Karena secara langsung umat Islam dituntut untuk selalu selaras dengan ajarannya, hal baru tersebut haruslah sesuai dengan syariat yang digariskan Allah. Untuk itu, muncullah halaqah atau diskusi diantara para alim ulama guna memecahkan persoalan tersebut.<>
Pada hari Ahad (17/8) di kompleks Masjid Al Aqsha atau dikenal dengan Masjid Menara Kudus diadakan bahtsul masail yang membahas dua tema yang dianggap krusial, seperti dilaporkan kontributor NU Online Zakki Amali.
Permasalahan pertama mengenai kedudukan asma' muadzom (lafal mulia) berupa lafal di dalam Al Qur’an dan lafal dzatillah (dzat Allah). Apakah masih dimuliakan tulisan asma' muadzom dalam kaidah penulisan latin? Kedua, bagaimana hukumnya lafal asma' Allah (jalallah) yang telah ditulis dengan huruf latin di Kartu Tanda Pengenal (KTP) dan menjadi nama orang, misal Abdullah, lalu dibawa masuk WC atau toilet?
Pada acara yang diselenggarakan oleh pengurus Yayasan Masjid Makam Menara Sunan Kudus (YM3SK) hadir KH Ahmad Asnawi dan KH Arifin Fanani sebagai narasumber dan KH Em Nadjib Hasan sebagai moderator.
Pertanyaan pertama mengenai asma' muadzom adalah harus tetap dihormati, karena tidak ada perbedaan kedudukan antara tulisan Arab dan Latin sedangkan permasalahan kedua jawabannya adalah khilaf, dengan alasan ikhtilat (hati-hati).
Terdapat dua pendapat berbeda. Pertama, dalam kitab 'Ianatul Thalibin diterangkan bahwa membawa asma Allah dalam bentuk latin yang telah dijadikan nama orang lalu dibawa masuk ke toilet hukumnya haram. Sebagaimana membawa Al Qur'an. Pendapat kedua menyatakan makruh dikarenakan lebih utama ditinggal di luar toilet. “fayambaghi al imtina (sebaiknya dihindari), sebaiknya KTP itu tidak dibawa ketika memasuki toilet," kata Kiai Asnawi. (mad)