Warta

BMPS Desak Pemerintah Segera Bentuk Dewan Pendidikan Nasional

Rabu, 21 Maret 2007 | 10:57 WIB

Jakarta, NU Online
Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) mendesak kepada pemerintah agara segera membentuk Dewan Pendidikan Nasional (DPN) sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang (UU) No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). BMPS menilai, pemerintah tidak sungguh-sungguh menjalankan amanat UU Sisdiknas tersebut, padahal sudah empat tahun sejak disahkannya.

“Organisasi ini (DPN, Red) merupakan salah satu perangkat yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, maka pemerintah bersama-sama kalangan pendidikan swasta harus segera membentuknya,” terang Ketua Umum BMPS Pusat Dr H A Fathoni Rodli kepada wartawan di sela-sela Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) I BMPS di Jakarta, Rabu (21/3)

<>

DPN, kata Ketua Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama itu, menjadi sangat penting keberadaannya dalam upaya peningkatan mutu pelaksanaan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan, dukungan tenaga, sarana dan prasarana. Selain itu juga untuk menjalankan fungsi pengawasan kepada menteri dalam membuat perencanaan, penyelenggaraan dan evaluasi hasil pendidikan di tingkat nasional.

Menurut Fathoni, BMPS yang merupakan himpunan organisasi induk swasta penyelenggara pendidikan di Indonesia menilai, pada dasarnya bukan hanya UU itu saja yang belum direalisasikan dengan maksimal oleh pemerintah. Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan UU No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, nasibnya juga tak jauh berbeda.

“Hal itu tidak hanya persoalan teknis yang menjadi kendala, tetapi juga persoalan political will yang nampaknya masih perlu ditingkatkan, sehingga bangsa Indonesia benar-benar menjadikan pendidikan sebagai masalah utama yang menjadi prioritas untuk segera dibenahi dan ditingkatkan,” terang Fathoni.

Hal lain yang juga menjadi poin rekomendasi pada Mukernas yang diikuti 160 peserta perwakilan seluruh provinsi di Indonesia itu adalah kebijakan pemerintah dalam UU tentang Yayasan. Pasal 8 pada UU tersebut yang menyebutkan bahwa “pendidikan  merupakan badan usaha” dinilai sebagai sesuatu yang tidak sesuai dengan fakta social di yayasan pendidikan.

Oleh karenanya, BMPS dengan 11 induk organisasi masyarakat yang menaungi 90 persen sekolah/madrasah swasta di negeri ini mendesak kepada pemerintah dan legislatif untuk menghapus penjelasan tersebut. “Dan ditambahkan bahwa pendidikan merupakan amal usaha yang bersifat nirlaba sebagaimana khittah para pendiri yayasan pendidikan dan UU No.20/2003,” jelas Fathoni.

“Jika pemerintah dan lembaga legislatif tidak menanggapi seruan ini, maka BMPS Pusat akan melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia,” ujar Fathoni menambahkan.

Selain itu, BMPS juga menuntut kepada pemerintah agar mengembangkan kurikulum di satuan pendidikan, terutama di daerah khusus, agar terdapat muatan lokal yang berorientasi pada pendidikan kedamaian (peace education) yang bertujuan pada pembiasaan hidup berdampingan secara damai sejak dini.

“Ini penting mengingat keanekaragaman latar belakang panggilan agama, kesejarahan, semangat perjuangan harus dilestarikan kepada peserta didik yang berlatar belakang sangat beragam,” ungkap Fathoni. (rif)


Terkait