Jakarta, NU Online
Pengamat politik Daniel Sparingga menilai penyelenggaraan musyawarah besar (Mubes) Warga Nahdlatul Ulama (NU) pada 8-10 Oktober di Cirebon, Jawa Barat, tidak dapat diartikan sebagai perpecahan organisasi sosial keagamaan itu.
Penyelenggaraan Mubes NU yang mendahului Muktamar NU ke-31 yang akan digelar di Solo, 28 November-2 Desember 2004, tidak akan berpengaruh di kalangan akar rumput NU.
<>"Meski Mubes ini mengejutkan karena membayangi pelaksanaan muktamar yang sudah diagendakan Pengurus Besar (PB) NU tapi forum ini tidak berarti perpecahan NU dan tidak akan berpengaruh bagi kalangan akar rumput NU," kata Daniel, pengamat politik dari Universitas Airlangga, Surabaya, ketika dihubungi dari Jakarta, Kamis.
Menurut dia, Mubes yang akan digelar Komite Warga NU yang panitianya notebene orang-orang yang tidak berada di bawah kendali Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi itu lebih merupakan gerakan yang bersifat "politik kantor" yakni perjuangan memperebutkan kekuasaan yang mencoba menawarkan kepemimpinan selain Hasyim di muktamar NU mendatang.
"Mubes ini mencerminkan gerakan yang mengancam kepemimpinan NU di bawah Hasyim dan ini implikasi dari kejadian sebelumnya ketika Hasyim mencalonkan diri sebagai wakil presiden yang direspons berbeda oleh warga dan ulama NU. Ujung-ujungnya gerakan ini akan menggerogoti kepemimpinan Hasyim dan akan menwarkan figur lain untuk memimpin NU," katanya.
Ketika ditanya apakah berarti Mubes NU digelar untuk menghambat Hasyim agar tidak terpilih lagi sebagai ketua umum pada Muktamar NU ke-31, Daniel menjawab, gerakan itu akan menjadi tandingan serius bagi usaha Hasyim merebut kembali jabatan ketua umum PBNU.
"Jadi, gerakan ini tidak ada kaitannya dengan ideologi, misalnya menyangkut khittah NU, tapi melulu didominasi politik kepemimpinan terutama perjuangan untuk memperebutkan kekuasaan. Ini berhubungan dengan wajah NU sebagai organisasi," katanya.
Menurut Daniel, NU memiliki tiga wajah yakni pertama sebagai identitas kultural dengan faham ahlus sunnah wal jamaah, kedua sebagai organisasi modern yang memiliki struktur kepemimpinan dan ketiga sebagai konfederasi otonom pesantren.
Dikatakannya, kalangan akar rumput NU akan terpengaruh jika terjadi kompetisi antar pesantren tapi tidak terpengaruh jika persoalan hanya masalah organisasi khususnya masalah kepemimpinan seperti yang terjadi dengan penggelaran Mubes tersebut.Seperti dikemukakan salah seorang panitia Mubes Warga NU untuk wilayah Barat, Nuruzzaman, Mubes yang akan dilaksanakan di Pondok Pesantren Miftahul Muta'allimin, Babakan, Ciwaringin, Cirebon itu dilaksanakan karena kecewa dengan elit NU yang menggiring organisasi itu ke politik praktis seiring dengan majunya Hasyim sebagai cawapres.
"Mubes lebih mengarah ke keprihatinan dan kekecewaan warga NU se-Indonesia akibat politisasi struktural sehingga kami sebagai akar rumput NU secara keseluruhan seringkali dilupakan," katanya kepada pers di Cirebon (4/10).
Namun hal itu dibantah Ketua PBNU Ahmad Bagdja yang menyatakan majunya Hasyim dan terlibatnya sejumlah pengurus PBNU sebagai tim sukses adalah dalam kapasitas pribadi. Dan mereka dalam status non aktif selama proses pilpres berlangsung sehingga NU tidak terkena dampak apa-apa akibat pilpres.
Bagdja juga menyatakan, jika memang langkah pengurus NU tersebut dianggap keliru maka forum resmi yang mesti digunakan untuk melakukan evaluasi adalah muktamar, bukan forum lain yang justru tidak dikenal dalam organisasi NU, seperti Mubes tersebut. (Mi/cih)