Spiritual Ekologis Jadi Pendekatan yang Relevan untuk Atasi Persoalan Sampah
NU Online · Selasa, 24 Juni 2025 | 14:30 WIB

Kasudin LH Jakarta Barat Ahmad Hariadi dalam acara Training of Facilitator Pengelolaan Sampah Berbasis Spiritual Ekologi yang diselenggarakan oleh LPBI PBNU, pada Selasa (24/6/2025).
Rikhul Jannah
Kontributor
Jakarta, NU Online
Spiritual ekologis kini dipandang sebagai pendekatan yang relevan dan transformatif dalam mengatasi persoalan sampah yang kian mengkhawatirkan di Indonesia. Pendekatan ini menggabungkan kesadaran lingkungan dengan nilai-nilai spiritual keagamaan, mendorong masyarakat menjadikan pengelolaan sampah sebagai bagian dari tanggung jawab moral dan ibadah sosial. Salah satu bentuk konkret dari gerakan ini adalah program sedekah sampah yang dipadukan dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle).
Saat ini, Indonesia menempati peringkat kelima sebagai negara penghasil sampah terbanyak di dunia, dengan jumlah sekitar 65,2 juta ton per tahun.
Hal itu diungkap oleh Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup (Sudin LH) Jakarta Barat Ahmad Hariadi dalam acara Training of Facilitator Pengelolaan Sampah Berbasis Spiritual Ekologi yang diselenggarakan oleh Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LPBI PBNU). Kegiatan ini dihadiri oleh para guru SMK Ma’arif NU Jakarta dan berlangsung di Grogol, Jakarta Barat, pada Selasa (24/6/2025).
Ahmad menjelaskan bahwa spiritual ekologis merupakan pendekatan yang menggabungkan nilai-nilai spiritual terhadap alam dan lingkungan. Ia menyampaikan bahwa gerakan sedekah sampah adalah bentuk kontribusi terhadap lingkungan yang berpadu dengan nilai-nilai keagamaan.
“Sedekah tidak melulu uang. Sampah yang tidak bernilai pun bisa disedekahkan untuk pelestarian alam. Ketika kita menyedekahkan sampah anorganik untuk didaur ulang maka itu juga bagian dari ibadah dan kegiatan sosial,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa gerakan sedekah sampah telah diterapkan di beberapa wilayah Jakarta Barat. Jenis sampah yang dapat disedekahkan di antaranya botol plastik, kardus bekas, dan logam. Sampah-sampah ini akan dipilah dan disalurkan ke bank sampah, Tempat Pengolahan Sampah (TPS) 3R, serta LM UPST Bantar Gebang.
"Contoh, kita sedekah minyak jelantah, kita juga sedekah sampah yang lain seperti botol, karena minyaknya itu wadah pakai botol, pas sampai ke bank sampah akan dipisahkan minyak dengan botolnya,” ujar Ahmad.
Senada, anggota Humanitarian Forum Indonesia (HFI)Â Marsin, menjelaskan bahwa prinsip 3R dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, reduce (pengurangan), yaitu upaya mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan sejak awal.
Baca Juga
Mengelola Sampah dengan 3R
"Ini upaya untuk meminimalkan penggunaan bahan yang dapat menjadi sampah seperti plastik sekali pakai, dan menggantinya dengan bahan yang lebih ramah lingkungan atau produk yang tahan lama, seperti tumbler,” ujarnya.
Kedua, reuse (penggunaan kembali), yaitu memanfaatkan kembali produk yang masih memiliki nilai guna sebelum dibuang.
“Reuse ini berkontribusi pada pengurangan sampah sekaligus memperpanjang siklus hidup barang, seperti memanfaatkan kembali botol kaca, pakaian, atau peralatan rumah tangga,” ujar Marsin.
Ketiga, recycle (daur ulang). Ia menjelaskan bahwa prinsip ini melibatkan proses pengolahan barang bekas menjadi produk baru yang bermanfaat.
“Seperti mendaur ulang kertas, plastik, logam, dan bahan lainnya. Kita dapat mengurangi kebutuhan untuk mengekstraksi bahan baku baru dan menurunkan emisi karbon,” pungkasnya.
Terpopuler
1
KH Miftachul Akhyar: Menjadi Khalifah di Bumi Harus Dimulai dari Pemahaman dan Keadilan
2
Amerika Bom 3 Situs Nuklir Iran, Ekskalasi Perang Semakin Meluas
3
Nota Diplomatik Arab Saudi Catat Sejumlah Kesalahan Penyelenggaraan Haji Indonesia, Ini Respons Dirjen PHU Kemenag
4
Houthi Yaman Ancam Serang Kapal AS Jika Terlibat dalam Agresi Iran
5
Menlu Iran Peringatkan AS untuk Tanggung Jawab atas Konsekuensi dari Serangannya
6
PBNU Desak Penghentian Perang Iran-Israel, Dukung Diplomasi dan Gencatan Senjata
Terkini
Lihat Semua