Warta

Dewan Muslim Perancis Waspadai Aliran Islam Garis Keras

Rabu, 29 Juni 2005 | 03:23 WIB

Paris, Perancis, NU Online
Dewan Muslim terbesar di Prancis akan melindungi negara serta komunitas Islam yang berada di dalamny dari aliran Islam garis keras (radikal) yang berasal dari luar negeri.

Pernyataan itu disampaikan oleh seorang pemimpin umat Islam Prancis, yang beraliran moderat, ketika ia kembali terpilih untuk masa jabatan yang kedua, di Paris, Selasa.

<>

Dalil Boubakeur, yang menjabat sebagai kepala Masjid Besar Paris itu, mengatakan kemenangan jaringan masjid-masjid yang konservatif dan moderat dalam pemilihan Dewan Muslim Prancis (CFCM) telah menunjukkan bahwa sebagian besar umat Islam di Prancis menolak radikalisme.

Sementara itu, para pejabat pemerintah di Prancis khawatir bila generasi muda Muslim mereka bergabung dengan para pejuang di Irak. Kekhawatiran itu memang berasalan, karena belum lama ini tercatat dua pemuda tewas akibat bom bunuh diri dan empat lainnya terbunuh dalam adu senjata.

Pihak polisi bahkan telah menemukan dua tersangka jaringan Islam garis keras pada tahun 2005, yang ditengarai melibatkan beberapa masjid di Paris, yang merekrut pejuang radikal guna melawan pendudukan Amerika Serikat di Irak.

"Mari kita bersama-sama mewaspadai aliran radikal Islam," kata Boubakeur, pria kelahiran Aljazair yang dekat dengan Presiden Jacques Chirac itu.

"Misi utama CFCM adalah untuk melindungi umat Muslim dan komunitas Prancis dari golongan Islam yang berlebihan," katanya, "Saya tidak setuju dengan pendapat bahwa hasil pemilihan kemarin menandakan komunitas Muslim Prancis siap berlaku secara 'Lenin' untuk menghadapi jenis aliran dari luar negeri."

Boubakeur dinyatakan terpilih kembali sebagai ketua CFCM pada Minggu (26/6), setelah hasil pemilihan Dewan Nasional dan Regional Muslim memberikan suara mayoritas kepadanya lewat dukungan penuh dari Persatuan Nasional Muslim asal Maroko (FNMF) dan Masjid Besar Paris, yang didominasi pendatang dari Aljazair.

Ia berhasil mengalahkan perolehan suara pesaing terdekatnya, yang didukung oleh Organisasi Islam Prancis (UOIF).

UOIF cukup dekat dengan gerakan Persaudaraan Muslim. Para pemimpin UOIF banyak yang moderat, namun beberapa anggota organisasi itu lebih mengarah ke aliran militan Islam.

Keadilan sosial vs Radikalisme
"Prancis, yang penduduk Islam-nya 5 juta orang, merupakan kelompok minoritas Islam terbesar di Eropa. Negeri ini seharusnya melakukan upaya yang lebih agresif guna memerangi diskriminasi dan pengangguran bagi banyak pemuda Muslim. Karena hal-hal semacam itu adalah pemicu lahirnya aliran radikal Islam," kata Boubakeur.

"Pada era sekarang, Islam kerap menjadi agama yang dituju para pemindah keyakinan ketika mereka menghadapi krisis," katanya, "Kebanyakan umat Muslim beraliran moderat, tapi mereka bisa saja mendengarkan suara orang-orang garis radikal."

Saat ditanya apakah keadilan sosial merupakan obat paling mujarab untuk mengobati radikalisme, ia menjawab tegas, "Tentu. Prancis seharusnya membuka tangannya kepada semua umat Muslim yang berada di negeri itu, mereka-mereka yang sangat berminat menjadi orang Prancis dan memberikan kontribusi terhadap Islam di Prancis."

Mengomentari ancaman boikot UOIF terhadap pemilihan biro eksekutif baru CFCM, Boubakeur mengatakan hal itu merupakan efek ketegangan antara pemimpin nasional dan beberapa kelompok militan di tingkat akar rumput.

"Sejarah tidak berpihak kepada garis keras Islam," katanya, "Saya berharap pandangan liberal, yang merupakan pandangan sesungguhnya umat Muslim Prancis-lah yang akan menang."

Ia menolak kritik yang menyatakan bahwa para pejabat UOIF, yang kebanyakan diduduki oleh pendatang asal Aljazair dan Maroko dalam jaringan masjid di Perancis, merupakan bentuk para imigran itu mempengaruhi kebijakan dalam negeri Prancis. "Jika memang ada intervensi dalam politik atau keuangan, maka biarlah mereka menjadi yang pertama," katanya.

Menurut data, UOIF (seperti halnya kelompok Muslim Perancis lainnya) mendapatkan dana dari para donor Muslim yang berada di Saudi Arabia atau negara-negara di teluk. "Komunitas Muslim tetap setia kepada tanah asal serta akar yang melegitimasi mereka," demikian Boubakeur.(ant/Die)


Terkait