Ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan bagi orang-orang Islam yang mampu atau dalam Al-Qur'an disebut "man istatho’a". Sayangnya, tafsir atas kalimat man istatho’a ini seringkali diidentikkan dengan uang. Padahal, sesungguhnya tidaklah demikian. Sama sekali tidak ada kaitan antara haji dengan uang.
Dr KH A Mustofa Bisri menyampaikan bahwa haji itu tidak identik dengan uang. Nyatanya, banyak orang kaya yang tidak naik haji. Sebaliknya, banyak orang miskin yang berhaji.<>
Saat mengisi pengajian pemberangkatan haji di Yogyakarta, Selasa (10/11) lalu, kiai yang akrab dipanggil Gus Mus ini mengingatkan bahwa haji harus dipahami sebagai anugerah, bukan semata-mata kewajiban, apalagi sebuah ibadah yang berkaitan dengan uang.
Ia menekankan bahwa yang terpenting dalam ibadah haji adalah bukan hanya terlaksananya rukun-rukun haji saja, melainkan sebagai media “ibadah sosial”, yakni terbangunnya relasi sosial yang kokoh dilandasi sikap saling mengasihi dan menyanyangi diantara sesama manusia.
Dalam kesempatan itu, tak ketinggalan guyon-guyon segar mengalir dari sosok kyai nyentrik yang terkenal dengan segudang karya sastra itu. Salah satunya, Gus Mus menyinggung soal kemudahan-kemudahan dalam menjalani rukun-rukun haji.
Kata Gus Mus, “Haji itu isinya cuma wira-wiri (ke sana ke mari) , mubeng-mubeng (berputar-putar), tenguk-tenguk (berdiam), mbandem dan cukur. Sudah, itu sudah sah, cukup”. Lanjutnya, “kalau nggak bisa berdoa pakai bahasa Arab, ya pakai bahasa Jawa saja wong Gusti Allah juga paham kok”, celetuk Gus Mus disambut ger-geran para jamaah.
Acara yang dihadiri lebih dari 1000 jamaah tersebut berlangsung sejak ba’da magrib. Diawali dengan pembacaan istighosah dan manaqib Syekh ‘Abdul Qodir Al-Jilany serta pembacaan Maulidul Rasul, yang dipimpin oleh KH Najib Zamzami, pengasuh Pondok Pesantren Al-Ishlahiyyah, Kemayan, Kediri.
Turut hadir pula dalam acara tersebut, para kyai-kyai sepuh, di antaranya, KH. Ahmad Burhani (Bantul), KH. Abdur Ro’uf Latif (Gresik), KH Abdul Hakim Musthofa (Tulungagung), KH. Wahdi Alawy (Surabaya), dan KH. Sirojan Muniro (Kulonprogo).
Di akhir acara, Saring Artanto, tuan rumah pengajian haji sekaligus tokoh pengusaha yang terkenal sebagai pencetus ide warung lesehan “sambel mentah” di Yogyakarta itu, mengaku amat terharu dengan kerawuhan para kyai-kyai tersebut.
“Saya berharap, semoga dengan hadirnya para kyai-kyai sepuh, syiar dan tradisi ahlussunnah wal jamaah semakin bergema di Yogyakarta, serta lantaran doa-doa para kyai dan jamaah, ibadah haji kami sekeluarga bisa mabrur dan barokah, amin..”, tuturnya mengakhiri perbincangan. (Moch Najib Yuliantoro)