Warta

Jamaah Pria dan Wanita di Masjidil Haram Diusulkan Dipisah?

Selasa, 17 Oktober 2006 | 12:19 WIB

Makkah, NU Online
Masjidil Haram di Makkah, Arab Saudi, tempat Kabah berdiri, sangat ramai di musim haji. Begitu juga saat Ramadhan. Selama ini, berbeda dengan masjid-masjid lainnya, di masjid ini jamaah pria dan wanita bisa bercampur. Lantas, bagaimana bila nanti ada aturan baru bahwa jamaah laki-laki dan wanita di masjid ini harus dipisah?

Wacana pemisahan jamaah pria dan wanita inilah yang baru-baru ini mengemuka di negeri turunnya agama Islam itu. Jelas, wacana ini mengundang pro dan kontra banyak pihak. Tidak hanya di Arab Saudi, tapi juga bagi banyak umat Islam di seantero dunia.

<>

Adalah Institut Penelitian Haji Arab Saudi yang melemparkan wacana pemisahan jamaah perempuan dan laki-laki di Masjidil Haram. Menurut Usamah Al Bar, ketua institut tersebut, pemisahan jamaah perempuan dan laki-laki ini bertujuan untuk menyelamatkan jamaah perempuan.

"Area ini sangat kecil dan selalu padat. Karena itu, kami menetapkan untuk mengeluarkan jamaah perempuan dari Sahn (area Ka'bah) ke tempat yang lebih baik, di mana mereka bisa melihat Kabah dan memiliki ruangan yang lebih luas," kata Usamah seperti dikutip dari Al Wathan, akhir September 2006.

Belum ada penjelasan rinci ke mana lokasi jamaah perempuan itu akan dipindahkan. Begitu juga dengan bagaimana nanti bila jamaah perempuan bila melakukan tawaf (berkelililing Ka'bah). Bila mereka dikeluarkan dari Sahn, maka untuk melakukan tawaf, maka jamaah perempuan akan berjalan lebih panjang dan jauh.

Yang jelas, menurut Usama, pemisahan jamaah perempuan dan laki-laki ini akan lebih baik bagi perempuan. "Sejumlah kaum Hawa mengira rencana ini tidak baik, tetapi dari pandangan kami, ini akan lebih baik bagi mereka. Kami bisa duduk dengan mereka dan menjelaskan kepada mereka tentang rencana ini," kata Usamah.

Bagi umat Islam yang berpaham bahwa antara laki-laki dan perempuan non-muhrim tidak boleh bercampur, jelas mereka akan menerima wacana pemisahan jamaah laki-laki dan perempuan ini. Bagi mereka, bercampurnya jamaah pria dan perempuan di Masjidil Haram bisa mengganggu ibadah dan bertentangan dengan syariah.

Sedangkan pihak yang menolak wacana ini lebih melihat bahwa wacana pemisahan jamaah perempuan dan pria ini merupakan diskriminasi. Bagaimana tidak, sangat mungkin nanti, hanya jamaah pria yang bisa mendekati Kabah, sementara jamaah perempuan tidak bisa.

Suhaila Hammad, salah seorang perempuan anggota organisasi World Muslim mengatakan, baik pria maupun perempuan memiliki hak yang sama untuk beribadah di Masjidil Haram. Jamaah pria tidak punya hak untuk menghilangkan hak untuk kaum perempuan ini.

"Selama ini, pria dan perempuan bercampur ketika mereka mengelilingi Kabah. Lantas apakah mereka ingin membuat kami melakukan hal itu di mana pun juga? Ini merupakan diskriminasi terhadap perempuan," cetus Suhaila seperti dikutip harian Arab Saudi, Al Wathan.

Masjidil Haram merupakan salah satu dari sedikit tempat ibadah di mana pria dan perempuan bisa salat tidak secara terpisah. Meski sebenarnya, secara teknis ada ruang-ruang atau saf-saf yang terpisah untuk setiap jamaah perempuan dan jamaah pria. Namun, hal itu sulit direalisasikan, meski petugas keamanan Masjidil Haram sering mengatur untuk hal ini.

Sementara Hatoun Al Fassi, salah seorang sejarawan, menyatakan perubahan untuk membatasi area jamaah perempuan di Masjidil Haram akan menjadi kebijakan yang pertama dalam sejarah Islam. "Mungkin mereka menginginkan perempuan dihilangkan dari sejumlah area ibadah publik dan ketika ini ditujukan untuk masjid suci (Masjidil Haram), maka tugas mereka selesai sudah," kata dia.

Di Arab Saudi, ada dua masjid suci yang sangat dihormati kaum muslim. Di Makkah terdapat Masjidil Haram, sementara di Madinah terdapat Masjid Nabawi. Di Masjid Nabawi, antara jamaah perempuan dan laki-laki sudah dipisahkan tempatnya. Bahkan jadwal untuk beribadah di raudah dan ziarah ke makam nabi juga dibedakan waktunya. (dc/mad)


Terkait