Jakarta, NU Online
Berdasarkan kecenderungan peningkatan harga minyak akhir-akhir ini, Presiden Megawati Soekarnoputri memperkirakan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) pada tahun 2004 akan meningkat cukup siknifikan jika tidak dilakukan penyesuaian harga jual BBM untuk konsumsi dalam negeri.
Penyesuaian harga jual yang dimaksud presiden hanya untuk golongan masyarakat berpenghasilan tinggi atau golongan berpunya. Dengan cara demikian, penyesuaian harga untuk konsumsi BBM dalam negeri tidak akan membebani rakyat miskin. "Penyesuaian harga jual BBM untuk konsumsi dalan negeri tersebut, khususnya penyesuaian harga jual BBM yang bukan untuk golongan masyarakat perpenghasilan rendah," kata Megawati pada pidatonya di depan Sidang Umum MPR RI di Gedung DPR/MPR, Kamis (23/9).
<>Untuk membantu mengurangi beban masyarakat miskin, kata presiden, telah dilakukan berbagai upaya, antara lain pengurangan berbagai bentuk subsidi yang tidak tepat sasaran, khususnya BBM dan listrik yang lebih banyak menguntungkan lapisan yang berpunya. "Subsidi yang dikurangi itu dialihkan ke dalam bentuk subsidi yang lebih tepat sasaran, yakni subsidi bagi kelompok masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah," kata Kepala Negara.
Megawati mengatakan, subsidi BBM merupakan subsidi yang paling besar dan harus diturunkan secara drastis. Dalam tiga tahun terakhir rasio subsidi BBM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mengalami penurunan dari 4,7 persen pada tahun 2001 menjadi 1,9 pesen pada 2002, dan 1,7 persen pada 2003. "Pada tahun 2004 ini rasio subsidi BBM terhadap PDB ditargetkan menjadi 0,7 persen," ungkapnya.
Namun, lanjut Presiden, melihat kecenderungan harga minyak, subsidi akan meningkat jika harga jual BBM tidak disesuaikan. Sama halnya dengan subsidi BBM, subsidi listrik baik secara nominal maupun rasionya terhadap PDB selama periode 2002-2004 juga turun, yaitu Rp 4,1 triliun pada 2002 menjadi Rp 3,4 triliun pada 2004.
Penurunan ini terutama disebabkan adanya kebijakan penyesuaian Tarif Dasar Listrik (TDL), perubahan mekanisme pemberian subsidi listrik melalui PT PLN dan "corporate cash subsidy" menjadi subsidi terarah mulai tahun 2001, dan penajaman sasaran konsumen listrik yang disubsidi.
Kompensasi
Sebagai kompensasi dari pengurangan subsidi BBM dan listrik, kata Megawati, pemerintah telah memprogramkan kompensasi sosial yang diarahkan bagi masyarakat miskin maupun masyarakat penghasilan rendah. Alokasi dana kompensasi sosial di luar program operasi pasar khusus beras dari tahun ke tahun meningkat cukup siknifikan dari Rp 2,9 triliun pada 2002 menjadi Rp 3,9 triliun pada tahun 2003.
Dana kompensasi sosial tersebut mencakup bidang pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, transportasi, sarana air bersih, usaha kecil, pemberdayaan masyarakat pesisir, penanggulangan pengangguran. Bidang pendidikan dan bidang kesejahteraan sosial mendapat alokasi dana kompensasi yang cukup besar yaitu masing-masing mencapai 48,7 persen dan 28,2 persen dari total dana kompensasi sosial.
Pengurangan subsidi BBM dan listrik juga diikuti oleh peningkatan subsidi pangan, pupuk, benih, bunga kredit program, dan angkutan, yang khususnya ditujukan kepada masyarakat petani kecil dan masyarakat berpenghasilan rendah. Subsidi pangan perkembangannya dalam tiga tahun terakhir sedikit meningkat, yakni dari Rp 4,5 triliun dalam tahun 2002 menjadi Rp 4,7 triliun dalam tahun 2003, dan untuk tahun 2004 ditetapkan sebesar Rp 5,3 trilun.
Kenaikan subsidi pangan ini, antara lain dipengaruhi kenaikan harga pokok pembelian beras Bulog oleh pemerintah dan jumlah keluarga miskin yang menerima beras program Raskin (beras untuk keluarga miskin: Red.).
Sementara itu, subsidi bunga kredit program juga menunjukkan peningkatan yaitu dari Rp 0,2 triliun pada tahun 2002 menjadi Rp 0,6 triiun pada 2003, dan pada tahun 2004 ditetapkan sebesar Rp 0,9 triliun. Subsidi bunga kredit program, antara lain digunakan untuk membayar selisih bunga skim eks pola Kredit Likuiditas Bank Indonesai, skim kredit ketahanan pangan, dan pendanaan kredit kepemilikan rumah sehat.
Selain itu pemerintah juga mengalokasikan subsidi pupuk yang realiasinya dalam tiga tahun terakhir cenderung meningkat, yakni dari Rp 50,8 miliar pada tahun 2002 menjadi Rp 0,9 triiun pada tahun 2003 dan pada tahun 2004 ditetapkan sebesar Rp1,5 triliun.
"Kenaikan subsidi pupuk yang cukup besar tersebut, antara lain disebabkan mulai diberikannya kembali subsidi pupuk pada tahun 2003 dengan tujuan untuk menjaga stabilitas harga pupuk agar terjangkau oleh daya beli petani," kata Megawati.(Ant/Dul)