Pati, NU Online
Ra'is 'Am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Ahmad Sahal Mahfudh merasa prihatin banyaknya orang tua mengabaikan pendidikan anak, terutama menyangkut pendidikan moral. Para orang tua dengan begitu saja menyerahkan tanggungjawab pendidikan anak kepada guru atau lembaga pendidikan.
''Banyak orang tua tidak peduli lagi dengan pendidikan anaknya. Seolah-olah mereka sudah merasa membayar sehingga semuanya pasrah bongkokan kepada sekolah, guru, kiai atau lembaga pendidikan yang mengasuhnya. Ini tidak bisa dibiarkan,'' tegasnya.
<>Keprihatinan Rais Aam PBNU itu disampaikan ketika menerima silaturahmi Keluarga Besar Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Nasima dan Yayasan Pendidikan Pangeran Diponegoro (YPPD) Semarang, Senin (20/11) petang, di rumahnya, Kompleks Pesantren Maslakul Huda, Kajen, Margoyoso, Pati. YPI dipimpin Ketua Badan Pendiri H Yusuf Nafi dan Penasihat Prof Dr H Amin Syukur MA, sedangkan YPPD dipimpin Wakil Ketua Yayasan H Saliyun Moh Amir.
Pada kesempatan itu, Amin Syukur melaporkan kepada Kiai Sahal selaku penasihat bahwa dalam rangka mengembangkan lembaga pendidikan di Kota Semarang, YPPD telah bergabung menjadi satu dengan YPI Nasima. Kiai Sahal menyambut baik penggabungan tersebut. ''Lembaga pendidikan memang harus dikelola sungguh-sungguh dan profesional,'' katanya.
Menurut Kiai Sahal, pendidikan anak-anak adalah tanggung jawab orang tua sebagai wali murid. Mereka tidak bisa pasrah begitu saja kepada guru. ''Yang terjadi seringkali di sekolah diajarkan moral, akhlak, dan sopan-santun, ternyata sampai di rumah anak-anak menjumpai pemandangan lain. Orang tua dan lingkungan keluarga memberikan contoh yang bertolak belakang. Akibatnya, anak bingung dan mengalami kegagalan,'' ujarnya.
Karena itu, menurut Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu, sangat ideal bila orang tua wali murid dan pihak penyelenggara pendidikan tidak putus berkomunikasi. Setiap perkembangan anak didik harus dilaporkan kepada orang tua wali murid,
Mengarah Pekerjaan
Kiai Sahal juga mengeluhkan terjadinya perubahan orientasi dalam dunia pendidikan. ''Dunia pendidikan sekarang orientasinya pada pekerjaan. Sekolah yang menjanjikan pekerjaan bagi lulusan atau alumninya pasti akan laku keras di masyarakat,'' ungkapnya.
Perubahan situasi seperti itu, menurutnya, juga harus diantisipasi oleh lembaga pendidikan Islam atau kalangan pondok pesantren. ''Ada aturan dan syarat formal di lingkungan pendidikan seperti akreditasi dan pemenuhan administrasi, mau tidak mau kita harus taat dan tunduk mengikuti aturan yang berlaku dalam dunia pendidikan,'' jelasnya.
Meski orientasi pendidikan mengacu pada pekerjaan, namun ia meminta para guru dan pengelola pendidikan tetap mengedepankan penanaman moral dan akhlak kepada anak didik. ''Jangan sampai persoalan moral dan akhlak ini dilupakan,'' tandasnya. (sm/har)