Masalah Ahmadiyah dan Perpres 36 Akan Dibahas Tuntas di PBNU
Selasa, 6 September 2005 | 13:44 WIB
Jakarta, NU Online
Kontraversi tentang Ahmadiyah dan polemic Perpres No. 36 tentang masalah pertanahan rencananya akan dibahas secara tuntas oleh syuriyah PBNU pada Rabu, 7 September 2005 di gedung PBNU. Sejumlah ulama dan para ahli yang berkaitan dalam bidang tersebut akan diundang.
Masalah Ahmadiyah dimulai ketika MUI mengeluarkan fatwa bahwa aliran ini sesat dan menyesatkan karena menganggap pendiri aliran tersebut Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, padahal keyakinan umat Islam adalah Muhammad merupakan nabi terakhir. OKI, Rabithah Alam Islami dan pemerintah Pakistan juga melarang aliran ini.
<>Namun demikian, mereka yang menyebut dirinya sebagai pejuang HAM dan penganut aliran Islam Liberal menentang mati-matian adanya fatwa tersebut yang dianggap menghalangi kebebasan beragama. Termasuk dalam barisan penentang ini adalah Gus Dur yang merupakan salah satu tokoh berpengaruh di NU.
“Karena itulah, PBNU memandang perlu memberi masukan pada pemerintah, khususnya dalam mencari solusi terhadap persoalan Ahmadiyah dan bagaimana memberi ruang kembali kepada ajaran yang benar dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tandas Ketua Panitia Halaqah Cholil Nafis (6/9).
Akan hadir sebagai narasumber dalam acara tersebut Menteri Agama Maftuh Basyuni, Rais Syuriyah PBNU KH Dr. Maghfur Utsman, Mantan Muballigh Ahmadiyah H. Ahmad Hariyadi dan Jaksa Agung Abdurrahman Saleh.
Sementara itu, Perpres No. 36/2005 sebagai pengganti Kepres No. 55 tahun 1993 tentang pengadaan tanah bagi kepentingan umum juga mengundang kontraversi di masyarakat. Mereka yang menentang beranggapan Perpres ini rawan disalahgunakan untuk kepentingan pemilik modal dalam menjalankan usahanya.
Beberapa pengurus wilayah NU mengadakan bahtsul masail untuk mengkaji masalah hukum fikih dari Perpres ini. Hasil pembahasan itu adalah mereka menolak secara tegas dengan alasan tidak sesuai dan bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum fikih.
Namun demikian, ditengah gencarnya penolakan dan desakan pencabutan Perpres tersebut, beberapa fihak di lingkungan NU justru menyatakan sebaliknya bahwa Perpres ini dapat diterima dengan alasan untuk kemaslahatan umum.
Berbagai pertanyaan muncul dan mengapa kontraversi ini terus berlanjut dan ada apa dibalik hal ini serta bagaimana eksistensi perpres ini.
“Upaya terbaik dalam menghadapi kontraversi ini adalah melakukan pembahasan dengan melibatkan fihak yang pro dan kontra secara transparan. Ini diharapkan mampu memperoleh kesimpulan dan kejelasan tanpa keberfihakan dan kecurigaan,” tandas Cholil Nafis yang juga merupakan salah satu pengurus PP Lembaga Bahstul Masail NU.
Akan diundang sebagai narasumber Menteri Pekerjaan Umum Ir. Djoko Kirmanto Rais Syuriyah PBNU KH Dr. Masyhuri Na’im, pengaman hukum Mahfud MD, pengamat politik J. Kristiadi. Panitia juga mengundang Gubernur DKI Sutiyoso yang memiliki banyak persoalan dalam pembebasan tanah untuk kepentingan umum.
Acara halaqah ini melibatkan 100 peserta ahli yang diharapkan dapat memberikan masukan dalam dua persoalan ini. “Jadi forum ini bukan untuk mereka yang mencari pemahaman tentang masalah Ahmadiyah dan Pertanahan, tapi mereka yang nantinya mampu memberikan sumbangan pemikiran,” imbuhnya.
Acara yang berlokasi di Aula Gedung PBNU Lt 8 tersebut pada sesi pagi akan diisi dengan pembahasan masalah Ahmadiyah dan sehabis sholat Dhuhur akan diisi dengan pembahasan Perpres 36. Hasil keputusan halaqah akan dibawa dalam rapat pleno PBNU 9-11 September mendatang.(mkf)