Warta

NU Diharap Mendorong “Dekolonisasi” Warisan Hukum Kolonial

Kamis, 10 Juli 2008 | 03:00 WIB

Jakarta, NU Online
Secara bertahap sejak zaman awal kemerdekaan sebenarnya hukum-hukum warisan kolonial telah mulai dicabut dan digantikan dengan hukum yang beraspirasi nasional. Karena bagaimanapun hukum dirumuskan berdasarkan kepentingan politik dan ekonomi tertentu.

Pakar hukum tatanegara Satya Arinanto, menyatakan, hukum yang dirumuskan oleh kolonial tentu saja berdasarkan kepentingan mereka untuk memperkuat cengkeraman di negeri jajahannya.<>

”Pada mulanya disadari betul tentang bahaya hukum kolonial bila diterapkan dalam masyarakat Indonesia merdeka sehingga ada upaya serius untuk menggantinya,” kata Satya dalam diskusi terbatas di ruang redaksi NU Online, Jakarta, akhir bulan lalu.

Pada masa Demokrasi Terpimpimpin telah dicabut 199 hukum kolonial dan baru diganti dengan 83 hukum baru, yang benar-benar bersumber pada Pancasila dan UUD 45, termasuk pasal tentang perubahan, agar hukum yang dirumuskan dan diberlakukan sesuai dengan perkembangan masyarakat di tingkat lokal dan nasional.

Pada zaman Orde Baru upaya penggantian itu juga masih berjalan. Berbagai usaha serius dilakukan untuk mengkaji hukum kolonial Hindia Belanda. Beberapa naskah akademik telah dirumuskan, dan terakhir dilakukan pada 1998.

Tetapi belakangan ini terutama setelah reformasi, upaya penggantian itu berhenti, sehingga sampai saaat ini masih sekitar 400 pasal hukum kolonial yang tetap berlaku.

Kehidupan yang lebih adil dan sejahtera akan bisa diwujudkan jika hukum-hukum kolonial tersebut segera diganti. Lembaga lembaga yang semestinya memiliki wewenang dan inisiatif untuk mengganti, apakah itu komisi hukum nasional, lembaga legislatif, atau bahkan dari lembaga yudikatif asensidir yang justru sebagai penegak hukum mestinya memberikan dorongan terhadap usaha dekolonisasi hukum ini

“Biar kerja mereka lebih sesuai dengan aspirasi masyarakat yang sudah merdeka, bukan masyarakat jajahan,” demikian dikatakan oleh guru besar Universitas Indonesia itu.

Dengan tidak adanya lembaga yang berinisiatif melakukan dekolonisasi hukum kolonial lagi seperti pada masa sebelumnya, maka tidak ada salahnya bila ormas Islam yang ada seperti Nahdlatul Ulama (NU) sendiri memberikan dorongan pada pihak yang berwenang untuk segera melakukan agenda penting itu.

“Saya kira NU mempunya kekuatan cukup besar untuk memberikan dorongan itu, apalagi kalau kalangan NU menguasasi betul persoalan itu sehingga bisa menunjuk mana pasal dan ayat yang perlu segera diganti, dan bagaimana gantinya. Dengan adanya penguasaan teknis itu akan semakin kuat daya tekan NU pada lembaga yang berwenang untuk melakukan proses dekolonisasi ini," kata Satya. (mdz)


Terkait