Pengurus Cabang (PC) Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBM NU) Kendal, Jawa Tengah, mengusulkan dibentuk ‘Komite Hijaz II. Usulan itu muncul menyusul hasil bahtsul masail pada Musyawarah Kerja Cabang (Muskercab) I NU Kendal di Weleri, belum lama ini.
Dalam Muskercab itu, komisi bahtsul masail, melalui Sekretrisnya KH Abdul Majid, menjelaskan bahwa jamaah haji semakin meningkat tajam dari tahun ke tahun. Hal tersebut mengakibatkan mathof, mas’a, Mina dan tempat-tempat pelaksanaan manasik yang lain tidak mencukupi. Demikian dilaporkan Kontributor NU Online;, Fahroji.
Maka, pemerintah kerajaan Arab Saudi memperluas tempat sa’i (mas’a) dengan membuat mas’a lagi di samping mas’a yang lama. Muncul persoalan bagaimana hukumnya sa’i di mas’a yang baru tersebut? Hasil pembahasan, diputuskan, menurut Imam Syafi’i, hukumnya tidak sah.
Kiai Majid mengatakan, hal itu adalah masalah internasional. Maka, forum juga sepakat merekomendasikan kepada jajaran Syuriyah NU untuk membentuk semacam komite Hijaz II yang bertugas menyampaikan persoalan tersebut kepada pemerintah kerajaan Arab Saudi.
Komite Hijaz dibentuk sebagai bentuk ‘perlawanan' terhadap ideologi dan politik keagamaan Wahabi. Pada 1924, Syarif ‘Abd al-‘Aziz (leluhur penguasa Arab Saudi sekarang ini) dan para pengikutnya kaum Wahabi (pengikut Muhammad ibn Abdul Wahhab al-Tamimi al-Najdi [1115-1206 H], yang juga terhubung dengan Ibnu Taymiyah (661-728 H), Ibnul Qayim al-Jauziyah (691-751H), hingga Ahmad ibn Hanbal (164-241 H), berhasil merebut kekuasaan di kawasan semenanjung Arab tersebut.
Beriring dengan itu, sebagai bagian dari pandangan keagamaan mereka, kekuasaan yang didukung sekte puritan ini menghancurkan banyak makam di dalam dan di sekitar Saudi dan memberangus berbagai praktik keagamaan populer.
Peristiwa di tanah Saudi itu demikian memprihatinkan terutama bagi kalangan pesantren di Nusantara. Utusan para ulama di Hindia Belanda (Indonesia) ke Kongres Mekah, yang ditunjuk dalam Kongres Islam tahun 1925, yang didominasi kalangan yang disebut modernis, tak bersedia meminta kepada Sa'ud untuk melindungi praktik-praktik keagamaan populer yang tak mereka setujui tersebut.
Pada Kongres Mekah tahun 1926, kalangan ulama tradisionalis, bahkan tidak diajak sama sekali sebagai utusan ke Kongres. Dengan alasan ini, KH Wahab Chasbullah berinisiatif membentuk utusan sendiri ke Mekah yang disebut ‘Komite Hijaz’. Komite inilah yang kemudian ‘menjelma’ menjadi NU. (rif)