Soreang, NU Online
Makin maraknya praktik gadai di masyarakat membuat Pengurus Cabang Nahdhatul Ulama (PCNU) Kabupaten Bandung mengeluarkan fatwa gadai dan zakat dari sawah yang digadaikan. PCNU memandang gadai sawah dibolehkan dengan berbagai ketentuan yang harus dipatuhi.
"Fatwa gadai sawah merupakan hasil dari bahsul masal (pembahasan masalah-red.) dalam musyawarah kerja PCNU Kabupaten Bandung pada Sabtu lalu (4/6)," kata Sekretaris PCNU Kabupaten Bandung, H Usep Dedi Rustandi kepada NU Online, Selasa (7/6).<>
Lebih jauh Usep mencontohkan praktik gadai misalnya Pak Ahmad mengggadaikan sawahnya kepada Pak Badu senilai Rp 75 juta. "Padahal harga jual areal sawah itu adalah Rp 100 juta. Keduanya sepakat batas akhir dari gadai adalah selama setahun," katanya.
Ketika batas masa akhir gadai sudah selesai, ujar Usep, ternyata Pak Ahmad tak mampu membayar kembali gadainya. "Areal sawah itu bisa dimiliki Pak Badu dengan membayar kekurangan harga jual sawah yakni Rp 25 juta," katanya.
Namun, sebagian ulama yang hadir dalam bahtsul masail, menurut Usep, memandang gadai sebagai hal yang diharamkan disebabkan gadai termasuk jenis utang, namun diambil manfaatnya. "Sebagian ulama lain memandang gadai sebagai hal syubuhat yakni tak jelas halal dan haramnya," ujarnya.
Mengenai zakat pertanian bagi sawah yang digarap orang lain, menurut Usep, alim ulama sepakat zakat pertanian dari pemilik tanah karena bagi hasil untuk penggarap tanah merupakan hak upahnya. "Syaratnya pemilik tanah yang memberikan benih tanamannya untuk ditanam penggarap," ucapnya.
Sedangkan apabila benih tanaman dari penggarap, maka penggarap yang wajib membayar zakat pertaniannya. "Asalkan hasil dari tanaman itu saat panen dibagi dua sama rata antara pemilik dan penggarap," katanya.
Redaktur : Syaifullah Amin