Warta

Pembangunan Monumen Resolusi Jihad Dimulai

Jumat, 27 Maret 2009 | 00:42 WIB

Surabaya, NU Online
Untuk memperingati perjuangan para ulama besar Nahdlatul Ulama (NU), Pengurus Cabang NU (PCNU) Kota Surabaya secara resmi memulai pembangunan Monumen Resolusi Jihad.

Pembangunan monumen ini, ditandai dengan peletakan batu pertama yang dihadiri beberapa pengurus Tanfidziyah dan Syuriah NU, di antaranya Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi, Rois Syuriah PWNU Jawa Timur KH Miftakhul Akhyar dan lain-lain.<>

Monumen Resolusi Jihad itu dibangun tepat di sebelah bangunan Kantor PCNU Kota Surabaya yang berada di Jalan Raya Pahlawan No.6 Kelurahan Alon-Alon Contong, Kecamatan Bubutan, Surabaya, Kamis (26/3).

KH Miftahul Akhyar mengingatkan agar seluruh warga NU mengingat dan meresapi Resolusi Jihad yang pernah dicetuskan ulama-ulama besar NU. "Di tempat ini pernah menjadi tempat ulama-ulama bermusyawarah dan memutuskan hal-hal yang besar sebagaimana besarnya NU, katanya.

Perlu diketahui, Resolusi Jihad adalah rumusan sikap yang dicetuskan ulama NU dalam mempertahankan kemerdekaan dengan masuknya kembali tentara Sekutu dan Belanda ke bumi Indonesia yang baru saja merdeka. Pada 64 tahun yang lalu, tepatnya pada 22 Oktober 1945 ribuan kiai dan santri se-Jawa dan Madura yang dipimpin Pendiri NU Hadratus Syaikh KH Hasyim Asyari di Surabaya mencetuskan Resolusi Jihad.

Resolusi Jihad merupakan fatwa tentang kewajiban perang melawan kaum imperialis, dan membentuk laskar perang. Namun momen Resolusi Jihad ini tidak pernah dimasukkan dalam dokumen sejarah Indonesia.

KH Hasyim Muzadi menambahkan bahwa sumbangsih NU pada bangsa dan negara sangatlah besar termasuk melawan penjajah dalam rangka mempertahankan kemerdekaan. Menurutnya, NU selalu menggabungkan kepentingan agama dan bangsa.

"Paham kebangsaan dan nasionalisme ini telah menyatu dalam pemikiran keagamaan NU, bukan dipisahkan antara agama dan nasionalisme. Sebab, di Indonesia ada gerakan-gerakan seakan-akan yang agama tidak nasionalis dan seakan-akan nasionalisme itu bukan bagian dari agama. Itu persepsi yang keliru," jelasnya.

Dia mengingatkan kebebasan masuknya segala pemikiran internasional dalam alam demokrasi seperti sekarang. Menurutnya, meski NU memiliki hubungan internasional dengan pihak-pihak lain, NU tetap mempertahankan paham kebangsaan Indonesia.

"NU tidak menggunakan paham internasionalisme sekalipun dia berwarna syariat. NU tidak pernah terlibat dalam gerakan-gerakan yang mengadopsi paham internasionalisme yang bertentangan dengan kepentingan kebangsaan," ujarnya.(dtk)


Terkait