Warta

Pemilu 2004 Dihadang Krisis Politik Berat

Selasa, 19 Agustus 2003 | 14:23 WIB

Jakarta, NU Online
Pelaksanaan Pemilu 2004 mendatang, diperkirakan akan dihadang krisis politik berat yang berakibat pada sikap skeptisisme dan apatisme politik masyarakat terhadap parpol dan sistem politik ketatanegaraan.

"Pemilu mendatang rentan terhadap ’money politics’, sehingga KPU dan Panwaslu tidak bisa bersikap independen," kata pengamat poltik dari Universitas Airlangga Dr Daniel Sparingga dalam seminar "Menyongsong Pemilihan Presiden Langsung" di Jember, Selasa.

<>

Menurut Daniel, setidaknya ada empat penyebab terjadinya krisis politik dalam perhelatan politik lima tahunan nanti, yakni pertama sejumlah undang-undang yang menyertai Pemilu seperti UU Pemilu dan pemilihan presiden langsung secara yuridis-substansial tidak memadai dan lahir dari perdebatan yang sangat kekanak-kanakan para penyusunnya di DPR/MPR.

Kedua, eksistensi lembaga-lembaga penyelengggara pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Panitia Pemilihan Umum (Panwaslu) juga tengah dilanda demoralisasi politik dan krisis kepercayaan dari masyarakat.

"Hal itu dikarenakan KPU dan Panwaslu mayoritas tidak bersifat independen atau berpihak, tidak rentan terhadap money politics dan justru terjebak pada materi atau fasilitas yang sifatnya materiil. Dan ini di dukung oleh rawannya penyaluran dana sehingga mereka menjadi begitu tergantung pada kesiapan
dana operasional," tandasnya.

Faktor selanjutnya,menurut Daniel, adalah ancaman molornya jadwal Pemilu yang membuka peluang terjadinya konspirasi politik tingkat tinggi, seperti ancaman kekosongan kekuasaan di akhir tahun 2003 nanti.

"Faktor keempat yang cukup menentukan adalah sikap skeptisisme dan apatisme politik masyarakat kita yang makin hari makin meluas terhadap parpol dan sistem politik ketatanegaraan," katanya.

Anggota FKB MPR RI Ali Masykur Musa pada kesempatan sama mengatakan kondisi tatanan politik nasional yang masih sibuk dan lebih bertumpu pada event pemilihan calon presiden dan wakilnya, juga turut andil dalam krisis politik dalam pemilu nanti.

Ia juga mengungkapkan bahwa dalam ajang pemilihan presiden nanti, besar kemungkinan terjadi problem legitimasi hasil pemilu.

"Dalam kondisi seperti saat ini, dimana muncul banyak calon presiden, saya perkirakan akan terjadi ’second round’ dalam pemilihan presiden nanti. Dan dalam situasi seperti itu, akan muncul capres yang itu-itu saja (wajah lama) sehingga sangat mempengaruhi hasil pemilihan," katanya.

Akibatnya, rakyat akan berbondong-bondong untuk tidak memilih calon presiden yang terjaring dalam putaran kedua (second round) pemilihan kandidat presiden itu karena bosan dengan etalase politik sejak masa-masa menjelang pemilu yang membingungkan dan penuh rekayasa serta makin menguatnya gerakan tidak memilih alias golput.     

Ali Masykur Moesa juga mengakui kalau perangkat undang-undang politik dalam pemilu mendatang belum memadai dalam mengantisipasi sejumlah persoalan yang kompleks pada situasi politik yang makin memanas. Meski demikian, problem legitimasi tersebut tidak akan mempengaruhi keabsahan hasil-hasil pemilu yang dicapai.(mkf)

 


Terkait