Warta

Ruslan Abdulgani Tutup Usia

Rabu, 29 Juni 2005 | 05:04 WIB

Jakarta, NU Online
Innalillahi Wainnailaihi Rajiun, Tampaknya Indonesia hari-hari ini terus berduka. Setelah sebelumnya meninggal Mantan Dubes Indonesia untuk Kanada Ekky Syachruddin dan Mantan Menko Ekuin Saleh Afif, Tokoh Nasional Ruslan Abdulgani (91) dan mantan Menteri Luar Negeri tutup usia Rabu, pukul 10.20 WIB di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto Jakarta.

Almarhum dirawat di rumah sakit sejak 17 Juni 2005 dan jenazah akan dibawa ke kediaman Jalan Diponegoro sebelum dimakamkan pada Kamis, (30/6) di TMP Kalibata.    "Saat terakhir beliau didampingi keluarga termasuk tim dokter kepresidenan yang selama ini merawat," kata anak almarhum, Dr H. Hafild B. Abdulgani.

<>

Selama dalam perawatan di RSPAD, ia dirawat oleh 18 dokter dari tim kepresidenan. Pemerintah juga menanggung semua biaya perawatannya. Selama dalam perawatan, sejumlah tokoh telah menjenguknya, temasuk wapres Yusuf Kalla.

Tokoh nasionalis yang juga jenderal berbintang empat ini lahir di Surabaya, 24 November 1914. Di waktu pensiunnya kini, ia tetap aktif sebagai guru tamu besar dan konsultan di berbagai tempat.

Pengabdian masyarakat merupakan sebuah langkah yang terus berkesinambungan, baik secara horizontal maupun vertikal. Kondisi masyarakat dewasa ini sungguh menjadi pemikiran yang serius.

Dalam usia senjanya Cak Roes masih aktif menulis artikel tentang pemikirannya sebagai anggota Dewan Tanda Kehormatan Republik Indonesia. Dia sudah seperti sastrawan besar Sophocles yang pada umur di atas 80 tahun justru menghasilkan karya besar.

Tidak dipungkiri, beberapa karya tentang pemikiran Cak Roes mengundang decak kagum sejumlah kalangan. Karya-karyanya antara lain The Bandung Connection (1981) dan Nationalism, Revolution and Guided Democracy in Indonesia (1973).

Semangat muda Cak Roes membuat sosoknya menjadi lebih spesial di mata keluarga. Menurut Putri bungsu Cak Roes, Hafilia, sang ayah kerap kali mengabaikan larangan putrinya untuk naik turun ke perpustakaan pribadi di lantai dua rumahnya.

Kendati semangat terus muda, namun tak dipungkiri bila fisik Cak Roes tidak sebaik dulu. Misalnya saja, dia kerap kesulitan membaca, misalnya koran yang hurufnya berukuran kecil. Bila sudah begitu, anak-anak Cak Roes-lah yang kerap membantu sang ayah.

Mereka terkadang membawakan kaca pembesar atau meng-copy tulisan dengan mesin fotokopi dengan cetakan diperbesar. Meski telah ditinggalkan Sihwati Nawangwulan, istri tercinta yang wafat 3 tahun silam, Cak Roes tidak kesepian. Ia memiliki lima putra-putri, 10 cucu, dan enam cicit, yang setia menengoknya.(ant/dc/l6)


Terkait