Jakarta, NU Online
Konvensi Dewan Halal Dunia (World Halal Council (DHC) yang melibatkan 40 delegasi dari 17 negara, menyepakati proses standar (SOB) proses audit halal yang digunakan Indonesia selama ini.
"Mereka sepakat mengunakan standar yang digunakan di Indonesia", kata Presiden WHC Prof Dr Aisyah Girindra di sela-sela seminar internasional tentang standar halal di Jakarta, Kamis.
<>Di Indonesia sebelum sertifikasi halal dikeluarkan, dilakukan penelitian dan audit ke pabrik atau perusahaan yang telah mengajukan permohonan sertifikat halal. Kemudian hasil audit yang telah dibahas lembaga pemeriksa tersebut dibawa ke rapat komisi Fatwa.
WHC, ujarnya juga bersepakat untuk segera memperkenalkan diri ke organisasi perdagangan dunia ( WTO) untuk mendapatkan pengakuan secara global.
"Sebenarnya sudah ada standar halal dalam kode namun, itu didefinisikan oleh kalangan umum, umat Islam belum puas dengan standar tersebut, "katanya. Namun, tambahnya hal itu perlu waktu karena prosedur standar proses audit halal yang sudah disepakati tersebut, masih perlu disempurnakan yang memerlukan waktu sedikitnya 3 s/d 4 bulan.
Sedangkan jenis-jenis komoditi yang dibahas secara khusus dalam konvensi antara lain produk mikrobial, flavor (bahan perasa) dan cara penyembelihan ternak potong, Produk mikrobial, ujarnya saat ini banyak digunakan dalam produk-produk seperti MSG, susu fermentasi, enzim. Bahan perasa antara lain seperti rasa ayam, rasa sapi dan rasa jeruk serta penyembelihan ternak potong dengan peralatan modern yang melibatkan proses pemisahan (stunning).
Sementara ketua komisi fatwa MUI Ma’ruf Amin dalam sambutannya mengatakan kemajuan iptek yang cepat, perlu diantisipasi, khususnya organisasi rekayasa genetika. "Sekalipun secara sepintas nampak bahwa suatu produk berasal dari barang yang halal, namun tidak tertutup kemungkinan dalam proses pembuatannya, atau medianya bercampur dengan bahan yang tidak halal," katanya.
Karena itu, ujarnya sudah saatnya harus ada sistem dan prosedur fatwa soal produk halal yang berlaku di seluruh dunia, setidaknya di negara-negara ASEAN. Hal ini menjadi penting agar masing-masing sertifikat dari setiap negara dapat diterima oleh negara lain. Karena penetapan halal atau haram didasarkan atas sistem, prosedur dan metode yang sama.
Di ASEAN pada pertemuan Ulama negara-negara ASEAN pada 13 /sd 15 Oktober 2003 di Surabaya, katanya, telah disepakati sistem prosedur fatwa produk halal untuk dijadikan pedoman oleh negara-negara ASEAN.(red)