Balitbang Kemenag

Kiai Mahfudz dan Pengembangan Wirausaha Santri

Sab, 11 Agustus 2018 | 12:30 WIB

Kiai Mahfudz dan Pengembangan Wirausaha Santri

Dapur M'riah yang dikembangkan Kiai Mahfudz

Dalam buku Top 10 Ekosantri, Pionir Kemandirian Pesantren yang diterbitkan tahun 2017 lalu oleh Puslitbang Pendidikan dan Keagamaan Balitbang Diklat Kementerian Agama adalah kemandirian Pesantren Riyadhul Jannah dalam bidang kuliner.

Pesantren dan bidang kuliner yang dikembangkannya melalui Dapur M’riah didirikan oleh KH Mahfudz Saubari. Kiai Mahfudz lahir di Demak, Jawa Tengah, 20 November 1954. Mahfudz harus lahir ke dunia tanpa ditemani ayahnya  karena telah tiada. Tak lama kemudian, ibunya juga wafat saat Mahfudz masih belia. 

Mahfudz kecil mendapat pendidikan dari neneknya yang menerapkan kedisiplinan tingkat tinggi. Setiap hari, Mahfudz harus melakukan tiga pekerjaan sekaligus. Saat berangkat sekolah, dia membawa kitab untuk belajar sambil menggembala kambing. Tak cukup di situ, Mahfudz masih harus membawa alat untuk menangkap ikan terbuat dari bambu yang disebut bronjong. 

Ketika Mahfudz masuk sekolah, dia meninggalkan kambingnya untuk diikat di pekarangan sekolah. Sementara itu, bronjong yang sudah dipasang umpan di pasang di sungai. Saat dia pulang ke rumah, Mahfudz sudah membawa kambing yang kenyang. Dia pun mendapatkan ikan yang banyak. 

Saat beranjak remaja, Kiai Mahfudz belajar di pesantren. Terakhir, dia menjadi santri di Pondok Pesantren Al Falah Ploso Kediri Jawa Timur sebelum mendalami ilmu dari Dr Assayyid Muhammad bin Alawy Al Malik Makkah. Kiai Mahfudz juga menuntut ilmu di Mesir. Di negeri Firaun itu, dia mendapatkan inspirasi dari Universitas Al Azhar sebagai kampus tertua di dunia. 

Setiba di tanah air, Kiai Mahfudz pun membina keluarga. Bisnis restoran ayam pun dibangun. Keterlibatan sang kiai terhadap usaha restoran ini membuat dia memiliki pengetahuan baru tentang dunia bisnis. Hingga dia pun membuka rumah makan yang diberi nama 'Ayam Bakar Sidoarjo'. 

Kemudian, Kiai Mahfudz berinisiatif menanam kangkung di lahan pesantren. Bibitnya diambil dari Nusa Tenggara Barat (NTB). Dia berniat akan menggunakan bahan baku kangkung sebagai salah satu menu di restorannya. Pada 2010, Kiai Mahfudz pun membuka Dapur M’riah. 

Perlahan, bisnis Kiai Mahfudz terus berkembang. Dia lalu membangun perusahaan sendiri yang diberi nama PT Rijan Dinamis Selaras(RDS). Di sini, Kiai Mahfudz menjabat sebagai presiden komisaris. Perusahaan ini dikepalai oleh direktur utama yaitu H A Muzanni Fahmi. Ada enam bagian dalam organisasi ini dari direktur operasional yaitu Haqqul Yaqin. Tugasnya membuat perencanaan teknis setiap kegiatan bisnis yang dilakukan di seluruh PT RDS. 

Di bagian sumber daya manusia ada M Yusuf Misbah. Departemen ini fokus pada pencarian tenaga kerja, evaluasi hasil kinerja, pemberian apresiasi beserta sanksi (reward and punishment). Bersama dengan Departemen Development, mereka memberikan pelatihan pekerjaan, sehingga betul-betul skill yang dibutuhkan untuk mengerjakan pekerjaan sudah dikuasai dengan baik. 

Untuk bagian development tidak hanya memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan perusahaan. Departemen ini juga bertanggungjawab dalam pengembangan-pengembangan di level operasional dan juga level manajemen. Termasuk di dalamnya adalah pembuat inovasi produk. Departemen development dipimpin oleh HM Fatchurozi.

Untuk mengntrol keluar masuknya dana maka diperlukan bagian keuangan. Bagian ini dipimpin oleh HM Maimun. Dan untuk mengontrol keakurasian keluar masuknya dana maka ada departmen auditor yang dipimpin oleh H Achsanul Milal. Sementara, semua kepentingan administrasi dikelola HM Ainur Rofiq sebagai sekretaris. 

Selain di bidang kuliner, PT RDS juga mengembangkan usaha property, wedding, traveling, konveksi, rental, organik, air mineral, peternakan, marinasi, dan retail. Meski demikian, bisnis kuliner PT RDS terlihat paling berkembang. Kiai Mahfudz memilih untuk membesarkan bisnis kuliner dengan alasan bisnis kuliner merupakan bisnis abadi. Menurut dia, dari dulu hingga sampai kapan pun bisnis kuliner baik makanan dan minuman ini tidak akan pernah sepi akan konsumen, sehingga mendirikan Dapur M’riah dan M2M.

Melalui dua restoran ini, perusahaan berupaya untuk berinovasi di dua segmen pasar berbeda. Jika Dapur M’riah menyasar keluarga yang masih menyukai menu-menu tradisional, M2M fokus kepada menu yang disukai anak muda. Dengan menu seperti burger dan fried chicken yang tetap menyajikan bumbu khas tradisional, M2M pun bisa bersaing dengan resto cepat saji dengan brand internasional. 

Pondok Pesantren Riyadlul Jannah mempunyai visi untuk membentuk manusia yang ber-imtaq, berbudi pekerti luhur, berkarakter, cerdas, mandiri, memiliki etos kerja, kompetitif, peduli, serta bertanggung jawab pada agama, bangsa, dan negara.

Untuk meraih visi itu, Kiai Mahfudz merumus misinya ke dalam lima kelas yaitu menanamkan keimanan, ketaqwaan, serta akhlaqul karimah, mendidik keilmuan dan pengembangan wawasan, mengembangkan bakat, minat, dan kreativitas, mengembangkan kewirausahaan dan kemandirian, serta menanamkan kepedulian, pelayanan, dan tanggung jawab terhadap agama, bangsa, dan negara. 

Kiai Mahfud pun kerap mengontrol santri bersama keluarga. Dia rutin menyaksikan pantauan CCTV yang kerap memonitor kegiatan santri-santrinya. Jika ada yang melanggar, ada hukuman yang akan dijatuhkan. Contohnya saja jika santri tertidur saat jam belajar, maka dia akan dikenakan hukuman berupa shalat sampai Subuh, atau baca Alqur’an sambil berdiri atau posisi rukuk. 

Dalam menerapkan ilmu manajemen di perusahaan dan pesantren, Kiai Mahfudz memiliki kiat ‘Dari santri untuk pesantren, dari pesantren untuk bangsa’. Keluarga kiai kerja berat, lalu santri dibuat terampil dan diberdayakan hasilnya untuk pesantren dan bangsa. Kiai menyaring santri untuk bakatnya masing-masing, lalu disiapkan obyek garapannya dan dilangkapi sistem mengurusnya.Walaupun terdapat berbagai jenjang struktur organisasi, namun Kiai benar-benar harus menempatkan santrinya untuk penugasan yang tepat. 

Menurut dia, dengan mengetahui minat dari tiap individu santri yang ada maka akan dapat mengasah bakat dari individu tersebut. Dengan kombinasi ini, maka segala sesuatu akan dapat dikerjakan dengan hasil yang efektif dan usaha yang efisien. Tantangan dari luar juga dirasakan dari awal. Ada sikap sinisme dari sebagian masyarakat dengan kalimat "Apa tidak hubbubiyah." Namun, dengan semangat memjuakan keekonomian pesantrennya, perlahan namun pasti anggapan itu pun sirna. 

Kemandirian pesantren membuat semakin banyak santri yang bisa merasakan pengalaman magang di berbagai unit usaha pondok. Tidak hanya santri Pesantren Riyadhul Jannah, santri-santri dari luar pesantren Riyadathul Jannah bahkan luar Pulau Jawa melamar untuk magang di pesantren ini. Mereka berasal dari Lampung, Lombok (Nusa Tenggara Barat), Aceh dan sebagainya. Rata-rata, mereka meneken perjanjian untuk magang selama tiga hingga enam bulan. Setelah selesai mereka pulang dengan semangat dengan ilmu dan keterampilan. (Kendi Setiawan)