Balitbang Kemenag

Menyikapi Munculnya Perbedaan Afiliasi Ideologi Web Islam di Indonesia

Sel, 2 November 2021 | 04:08 WIB

Pergeseran ruang publik Muslim dari offline ke virtual tak bisa dihindari. Ruang ini digunakan oleh para pegiat website untuk menyebarkan pemikiran keagamaan dan politik di dunia maya sesuai dengan corak ideologi mereka. Hal ini tak pelak memicu perbedaan afiliasi ideologi di beberapa website keislaman di Indonesia. 

 

Inilah yang menjadi fokus penelitian Badan Penelitian, Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan pada Kementerian Agama (Balitbang Diklat Kemenag) tahun 2020 oleh M. Mujibbudin dan M. Fakhru Riza dalam sebuah penelitian berjudul Kontestasi Ideologi Web Keislaman Populer di Indonesia: Antara Moderatisme, Salafisme, dan Islamisme.

 

Peneliti menyebut bahwa diskursus keagamaan (Islam) yang selama ini telah jamak dijumpai di ruang publik fisik telah melibatkan banyak ormas Islam di Indonesia. Diskursus tersebut kemudian beralih ke internet mengingat bahwa internet merupakan media baru yang bisa mewujud menjadi ruang publik.

 

"Ruang ini digunakan oleh para pegiat website untuk menyebarkan pemikiran keagamaan dan politik di dunia maya sesuai dengan corak ideologinya. Ada banyak website Muslim yang bermunculan dan masing-masing memiliki ideologi dan corak keberislaman sendiri," tulis peneliti. 

 

Peneliti juga menyebut bahwa ruang publik baru muslim yang berupa media baru memiliki karakteristik yang sama yaitu bersifat egaliter dan menjadi ruang diskursif untuk mendiskusikan persoalan Islam.
 


"Masing-masing media baru memberikan warna sendiri-sendiri tergantung ideologinya. Apabila setiap kelompok umat Islam mengkontestasikan setiap ideologinya dalam media baru maka akan terbentuk sebuah ruang diskursif,” tulis peneliti. 

 

Hal ini bisa terjadi mengingat terdapat beragam pendapat dan sekte dalam Islam itu sendiri, sehingga antar kelompok bisa saling merebut otoritas agama dalam media baru.

 

Lantas bagaimana cara menyikapi fenomena ini? Ada beberapa rekomendasi dari penelitian ini kepada pegiat website, pemerintah, dan peneliti selanjutnya.

 

Pertama, untuk pegiat website. Perlu mendorong untuk selalu memberikan informasi dan konten yang konstruktif baik secara politik maupun keagamaan kepada umat Islam khususnya, dan umumnya kepada warga negara Indonesia.

 

Kedua, untuk pemerintah atau negara, harus mau menjaga netralitasnya dan tidak mengontrol lebih ruang publik terutama di internet.

 

Ketiga, untuk para penelit diharapkan bisa mengkaji dan menganalisis dengan melibatkan lebih banyak website Islam, sehingga akan didapatkan sebuah gambaran yang lebih komprehensif.


Penulis: Naeli Rokhmah
Editor: Kendi Setiawan