Daerah

Aswaja Annahdliyyah dan Ekonomi Kreatif, Landasan Pendidikan SMA Citra Alam

NU Online  ·  Ahad, 12 November 2017 | 10:00 WIB

Jakarta, NU Online
Bagi para pelajar yang bosan dengan suasana kelas dalam ruangan yang dibatasi tembok, sekolah alam menjadi pilihan terbaik baginya. Selain lebih terbuka dengan suasana yang asri, skill dan karakter siswa di sekolah ini lebih diperhatikan.

Guru Sekolah Menengah Atas (SMA) Citra Alam Muhammad Aminullah mengatakan, bahwa sekolah alam mengedepankan pendidikan karakter dengan praktik-praktik dan kemampuan atau keahlian siswanya.

“Sekolah alam menawarkan pendidikan karakter yang kuat dan pengembangan skill masing-masing siswa,” katanya, Jumat (10/11).

Pendidikan Karakter dan Penerapan Islam Aswaja Annahdliyyah
Amin menjelaskan, sekolah yang terletak di Jagakarsa, Jakarta Selatan itu sebagai sekolah alam berbasis Islam Ahlussunnah wal Jamaah al-Nahdliyyah juga menerapkan praktik-praktik ritual keagamaan ala Nahdlatul Ulama.

Selepas melaksanakan duha, para siswa setiap Jumat melaksanakan tahlil bersama. Kak Amir, salah satu pengajar, memimpin kegiatan tersebut.

Alumni Universitas Al-Azhar Mesir itu juga menyampaikan sedikit pencerahan agama selepas ia membacakan doa. Ia mengutip Imam Ibnu Athaillah dari kitabnya yang berjudul Al-Hikam.

Setelah itu, mereka tidak langsung beranjak ke kelas masing-masing. Para siswa yang sebelumnya telah ditunjuk, menyampaikan tugas mereka. Ada yang berbagi informasi terkini dengan tambahan hikmah yang bisa diambil dari berita tersebut. Selain itu, ada juga yang membacakan puisi hasil tulisannya sendiri.

Bagi yang terlambat, mereka harus menjelaskan alasan keterlambatan mereka secara jujur. Setelah itu, masing-masing diberikan tugas sebagai hukuman atas kesalahan mereka. Mulai dari mencuci piring, mencuci karpet, mencabuti rumput yang sudah tinggi, hingga menulis satu lembar Al-Quran.

Ekonomi Kreatif
Selain itu, ekonomi kreatif di sini sangat didorong. Semua siswa SMA Citra Alam memiliki dua proyek, yakni proyek pribadi dan proyek sekolah. Proyek pribadi mereka sangat beragam, ada yang berjualan kripik dengan label Pemadam Kelaparan. Ada yang menjual sepatu yang telah ia lukis dengan tangan kreatifnya. Ada yang menjadi pemotret. Bahkan ada yang menjadi tukang pijat totok.

“Dari situlah, skill mereka berkembang. Sekolah memberikan ruang untuk itu seluas-luasnya,” ujar Amin.

Sebagian keuntungan dari proyek pribadi mereka disetorkan ke sekolah sebagai tabungan untuk liburan akhir tahun mereka. Sebab, sekolah melarang orang tuanya untuk memberikan uang tambahan sebagai ongkos mereka.

Setiap hari Rabu, mereka melaporkan hasil proyek masing-masing secara rinci, mulai dari pemasukan, pengeluaran, keuntungan, hingga pajak yang harus disetorkan ke sekolah.

“Pendidikan karakter yang kuat, Islam ahlussunnah wal jamaah annahdliyyah, dan ekonomi kreatif menjadi landasan di sini,” kata Amin.

Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu juga mengatakan, bahwa target selepas siswanya lulus dari SMA adalah dapat mandiri dan mampu menghadapi tantangan.

“Setelah lulus, mereka sudah mandiri dan bisa menghadapi tantangan yang akan menghadapi mereka karena sudah mampu mendapatkan penghasilan dari keringatnya sendiri dengan berbagai
tantangannya,” ungkapnya. (Syakirnf/Kendi Setiawan)