Daerah

Batik Pegon Kebumen Bangkitkan Optimisme Keluarga Difabel 

Ahad, 29 Maret 2020 | 02:30 WIB

Batik Pegon Kebumen Bangkitkan Optimisme Keluarga Difabel 

Batik pegon karya difabel Kebumen (Foto: NU ONline/Sasul Huda)

Kebumen, NU Online
Aktivis Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah berhasil menumbuhkan semangat berwirausaha di kalangan keluarga berkebutuhan khusus (difabel) melalui kegiatan memproduksi batik pegon.

Mantan Ketua PC IPPNU Kebumen Muniatul Khoiriyah yang kini bermetamorfosis menjadi aktivis muslimat, adalah sosok yang membangkitkan semangat masyarakat, terutama anak-anak difabel (dalam berbagai bentuk) bersama keluarganya untuk bangkit membangun semangat optimisme, mandiri, dan lepas dari dari belas kasihan orang lain.
 
"Anak-anak yang berkebutuhan khusus biasanya diremehkan oleh lingkungannya, dalam waktu bersamaan orang tua dan keluarga juga ikut menanggung beban, sehingga ikut tergerus rasa percaya dirinya," kata Nyai Iin panggilan akrab 
alumnus Fakultas Tarbiyah STAINU Kebumen, kepada NU Online di  Kebumen, Sabtu (28/3).

Dikatakan, untuk membagi beban itu di sejumlah warga di Kebumen sempat membuat wadah yang bernama Komunitas Difabel Kebumen (KDK) sebagai sarana untuk saling  berkomunikasi dan bersilaturahmi.
 
Namun lanjutnya, wadah ini dirasa kurang efektif karena akan semakin memposisikan para penyandang difabel dan keluarganya terkurung dalam lingkaran  eksklusifisme, padahal agar bisa bangkit optimisnya harus memperluas relasi di ranah yang inklusif.
 
"Karena itulah kami mengambil prakarsa untuk membangun rumah inklusif yang diawal aktivitasnya mendorong para orang tua anak penyandang difabel untuk berkreasi salah satunya dengan membatik," katanya.
 
Dia menambahkan, kenapa aktivitas membatik jadi pilihan, karena melalui kegiatan membatik ini seseorang dapat menumpahkan seluruh perasaan dan melepas beban pikirannya.
 
Begitu juga bagi penyandang difabel ujarnya, membatik ternyata juga dapat menjadi media ampuh untuk terapi kelumpuhan otak, dengan membatik para difabel dapat dapat berkreasi sesuka hati.
 
"Para difabel maupun keluarganya kami bangun optimismenya bahwa batik jangan dilihat sebagai kreasi seni yang susah, tetapi dapat diaktualisasikan sesuai dengan kondisi yang ada," ujarnya.
 
Disampaikan, kepada mereka juga ditegaskan babwa dengan membatik dapat menyuarakan apa yang ada di otak kita, batik bisa mencerminkan jiwa kita. Dalam waktu yang bersamaan publik juga dilibatkan menghidupkan rumah inklusif, sehingga terbangunlah relasi antara publik dengan keluarga penyandang difabel.
 
"Alhamdulillah berhasil, dalam waktu bersamaan juga produksi batik yang kami koordinir lewat lembaga rumah inklusif semakin diminati masyarakat, ini menjadikan mereka semakin bersemangat untuk berproduksi," tuturnya.
 
Rumah inklusif yang didirikan tahun 2016 yang semula memang disiapkan untuk membangun rasa percaya diri di kalangan penyandang difabel bersama keluarganya kini makin melebar fungsinya, mirip graha pariwara yang memamerkan sampel batik Pegon.
 
Tentang penyebutan nama Pegon, karena corak batik yang diproduksi meski berbentuk bunga sejatinya adalah sebuah tulisan berbahasa Jawa dengan menggunakan huruf Hijaiyah (Arab).
 
"Di kalangan NU dan pesantren populer disebut 'Arab Pegon', maka disebutlah produk ini dengan sebutan batik pegon Kebumen," katanya.
 
Perlahan namun pasti,  peminat batik pegon makin meningkat, namun karena masih bersifat home industri atau industri rumahan, semakin tumbuhnya calon pembeli menjadikan pengrajin batik pegon kewalahan melayaninya.
 
"Ini peluang besar untuk tumbuhkan sektor riil di bawah, namun pemerintah sama sekali belum melirik. Kami tidak mengeluh, karena rumah inklusif bukan untuk mencari profit. Tapi kalau ada peluang, apa salahnya pemerintah membinanya untuk memperkuat soko guru ekonomi rakyat," pungkasnya.
 
Kontributor: Samsul Huda
Editor: Abdul Muiz