Daerah

Beda Agama Hidup Rukun, Potret Kedamaian di Jember

Kam, 14 Mei 2020 | 19:00 WIB

Beda Agama Hidup Rukun, Potret Kedamaian di Jember

Suasana saat aksi sosial non Muslim, membagikan nasi kotak untuk menu buka Ramadhan. (Foto: NU Online/Aryudi AR)

Jember, NU Online
Patut disyukuri bahwa kerukunan antar umat beragama di Indonesia terpelihara dengan baik. Saling membantu sudah membudaya meski beda agama. Salah satunya ditunjukkan oleh Pendeta Zefanya Rachmat. Gembala di GBT KH, Jalan Diponegoro, Kabupaten Jember, Jawa Timur ini setiap sore selama Ramadhan selalu membagikan 100 hingga 160 nasi kotak untuk menu buka puasa umat Islam di sekitarnya.

Nasi-nasi kotak itu dibagikan kepada karyawan, tukang parkir, tukang becak, dan sebagainya. Lokasi gereja yang  digembalainya memang terletak di jantung bisnis kota Jember. Selebihnya nasi kotak itu dibawa ke alun-alun, lalu memutar ke jalan selatan alun-alun.

“Kita hidup harus rukun. Saya bahagia bisa menyediakan nasi kotak untuk berbuka puasa saudara-saudara saya, umat Islam,” ujar Pak Zefa saat membagi-bagikan nasi kotak di sekitar pertokoan Jalan Diponegoro, Jember, Kamis (14/5).

Selain menyediakan nasi kotak, Pak Zefa juga membagikan beras premium untuk masyarakat di pedesaan setiap hari. Beras tersebut dikemas dalam plastik ukurun 2,5 kilogram dan 25 kilogram. Hingga saat ini sudah 3,5 ton beras yang sudah dibagikan kepada masyarakat. Sampai Ramadhan usai, ia menargetkan bisa membagikan 6,5 ton beras premium.

“Hidup harus saling bantu, apalagi saat ini ekonomi masyarakat sedang susah akibat dampak virus Corona,” tambahnya.

Aksi sosial Pak Zefa diapresiasi oleh Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Jember, Gus Muis Shanhaji. Menurutnya, apa yang dia lakukan Pak Zefa laik dicontoh dalam interaksi  antar umat beragama. Sesungguhnya, saling membantu dan tolong menolong merupakan potret  damai kehidupan Indonesia yang dihuni oleh banyak agama.

“Sejak lama kita memang hidup damai, berdampingan meski beda agama, dan itu merupakan kekuatan bangsa Indonesia. Yang mayoritas bisa mengayomi yang minoritas. Pihak yang minoritas bisa menghargai yang mayoritas. Itulah indahnya Indonesia,” jelasnya.

Meski demikian, ancaman-ancaman untuk meruntuhkan kedamaian hidup beragama di Indonesia, terkadang muncul, bahkan belakangan cukup kentara. Ironisnya, mereka justru mengatanamakan agama (Islam), padahal ancaman itu mencoreng citra damai agama itu sendiri.

Katanya, Islam itu mengajarkan kedamaian, hidup rukun dengan umat agama lain. Tidak boleh ada kebencian terhadap pemeluk agama lain.

“Intinya, Islam itu harus membawa rahmat bagi alam dan isinya. Bukan membawa permusuhan, kebencian, dan sebagainya,” pungkas Gus Muis yang juga Dosen IAIN Jember itu.

Pewarta: Aryudi AR
Editor: Ibnu Nawawi