Daerah

Beda Setannya Orang Mukmin dan Setannya Orang Kafir Menurut Gus Ulil

Jum, 27 April 2018 | 10:30 WIB

Tegal, NU Online
Ada perbedaan rupa pada setan yang ada pada orang mukmin dan setan yang ada pada diri orang kafir. Perbedaan itu adalah apabila setannya orang mukmin bertubuh kurus, jelek, lusuh sedangkan setannya orang kafir bertubuh gemuk.

Hal tersebut disampaikan oleh Ulil Abshar Abdalla atau yang biasa disapa Gus Ulil dalam acara Ngaji Bareng Ihya Ulumuddin yang diselenggarakan oleh Lembaga Kajian Ilmu Langitan NU Kultural Kota Tegal di Ruang Paripurna Gedung DPRD Kota Tegal, Kamis (26/4) malam.

Dalam kesempatan itu Gus Ulil lebih jauh menjelaskan bahwa makanan pokok setan adalah keinginan-keinginan duniawi yang ada di dalam hati setiap manusia. 

Itulah sebabnya orang-orang mukmin yang bisa mengendalikan keinginan-keinginan nafsunya maka akan menjadikan setan yang ada pada dirinya menjadi kurus, sedangkan orang-orang kafir yang selalu mengikuti keinginannya maka setannya menjadi gemuk.

Bedasarkan kitab Ihya Ulumuddin yang dikajinya, Gus Ulil memaparkan bahwa untuk bisa mengusir setan dari diri manusia tak cukup hanya dengan berdzikir saja. Selain berdzikir kepada Allah juga harus ada usaha membersihkan hati dari keinginan-keinginan duniawi yang menjadi jalan masuknya setan.

“Keinginan duniawi itu macam-macam. Ingin selalu ganti HP terbaru, ingin beli pakaian yang bagus-bagus, dan sebagainya,” imbuhnya.

Orang yang berdzikir saja tanpa membarengi dengan usaha mengosongkan hati dari syahwat diibaratkan seperti orang yang hanya minum obat saja namun tak mau berdiet dari makanan yang menjadi sumber penyakit. 

Tidak mungkin obat akan bekerja secara efektif menyembuhkan penyakit sementara di dalam perut penuh dengan makanan-makanan keras yang menjadi sumber penyakit. Demikian pula dengan setan, dzikir tak bisa mengusir setan dari hati seseorang bila dalam hati tersebut masih banyak syahwat duniawi yang menjadi makanan pokok setan.

Pada acara ngaji bareng tersebut Gus Ulil juga mengomentari tema acara yang tertulis Saatnya Mengkritik Diri Sendiri. 

“Zaman ini adalah zjaman orang suka mengkritik orang lain. Kalau mengkritik orang lain itu kita suka sekali, dan gampang memang mengkritik orang lain itu. Kalau bahasa saya itu menjadi FPI bagi orang lain itu mudah, tapi menjadi FPI bagi diri kita sendiri, artinya mengkritik diri sendiri, itu susah,” ujar menantu Gus Mus ini disambut tawa hadirin. (Yazid Muttaqin/Muiz)