Daerah

Cara Memilih Pasangan Hidup menurut Agama Islam

Kam, 10 Oktober 2019 | 06:30 WIB

Jombang, NU Online 
Pemuda-pemudi Islam dewasa ini sering bingung dalam memilih pasangan hidup. Apalagi kemajuan zaman dan teknologi membuat generasi muda bisa memantau langsung calon idamannya lewat jejak digital. 

Merespons kebingungan ini, Wakil Mudir Pondok Pesantren Madrasatul Qur'an (MQ) Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, KH A Musta'in Syafi'i memberikan penjelasan terkait mencari pasangan menurut Islam.
 
"Islam hanya memberi satu garis pokok, yaitu wajib seiman, sehingga menikah dengan pasangan non Islam tidak sah secara mutlak," katanya, Rabu (9/10).
 
Sedangkan selain itu, menurut hemat Kiai Musta'in bukan hal pokok lagi seperti prilaku yang buruk, amoral, asusila. Hal ini hanyalah varian-varian amal. Agama Islam telah memberi bimbingan terbaik dan menganjurkan orang beriman memilih pasangan yang baik prilaku, karena lebih aman.
 
Sebaliknya, ia mewanti-wanti agar tidak memilih pasangan yang buruk, karena mengkhawatirkan. Dalam Al-Qur'an masalah ini disindir di ayat 26 Surat An-Nur yang bertutur tentang pasangan buruk gandeng buruk (al-khabitsun gandeng al-khabitsat) dan baik gandeng baik (al-thayyibun gandeng al-thayyibat). 
 
"Itu wejangan dan bukan penghakiman. Sehingga bagi yang tangguh, boleh saja menikahi pelacur, artis amoral, penari erotis yang dicintai. Hukumnya sah, meski beresiko," ucap pakar tafsir Al-Qur'an ini.
 
Lebih lanjut Kiai Musta'in memaparkan bagi pria yang memilih pasangan hidup yang berbeda dengan umumnya orang normal maka ia dituntut sabar membimbing, aktif mendidik dan mencerahkan sehingga menjadi wanita terpuji dalam pandangan Tuhan. 
 
"Itu mendapat pahala ganda, pahala menjadi suami dan pahala men-shalihah-kan istri," tambah Dosen Ma'had Aly Hasyim Asy'ari Tebuireng ini.
 
Hal ini dikarenakan hukum alam berpasangan itu serasi, sejalan dan kompak. Jika tidak sejalan, maka tidak jalan. Rombongan burung merpati tidak bisa terbang sejalan dengan burung gagak. Sehingga jalan paling sederhana, yaitu mencari pasangan lain yang diyakini bisa sejalan. 
 
Bila tidak begitu maka harus mengalah dengan menanggung segala beban. Bila seorang suami membiarkan istrinya melacur, bergoyang ngebor, berjoget erotis di hadapan publik, maka moral suami itu tak jauh beda dengan istrinya. Lelaki baik-baik tidak mungkin mengizinkan istrinya menebar maksiat, apalagi menikmati hasil kerja haram itu.   
  
"Artinya, wanita yang baik cocoknya berpasangan dengan pria yang baik, dan sebaliknya. Terkait dengan kasus ini, ada contoh bahwa A'isyah itu sungguh wanita bersih, karena terbukti telah menjadi pasangan laki-laki yang bersih, yakni Rasulullah SAW. Kini persoalannya, bagaimana jika pasangan tidak serasi?," tutupnya.  

Kontributor: Syarif Abdurrahman 
Editor: Syamsul Arifin