Bandar Lampung, NU Online
Dinamika kehidupan santri dan pesantren selalu menarik diperbincangkan karena temanya selalu berkembang sesuai zaman. Selain dalam bidang keagamaan, peran santri dan pesantren banyak dibahas sejak perjuangan melawan penjajah. Namun sekarang peran santri banyak dikaitkan dengan independensi politik.
Demikian disampaikan Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Bandar Lampung, H Ichwan Adji Wibowo. Hal tersebut disampaikan pada diskusi buku Santri dan Pendidikan Politik, yang diterbitkan Pimpinan Wilayah Lembaga Ta’lif wan Nasyr (PW LTN) NU Lampung, Sabtu (7/4). Kegiatan berlangsung di gedung PWNU 3, Jalan Soekarno Hatta-Bandar Lampung.
“Santri seolah merupakan objek dalam politik, padahal sebenarnya adalah subjek. Dalam pemilu misalnya, mereka adalah pemilih pemula, yang punya hak dalam memilih pemimpin sesuai dengan hati nuraninya sendiri,” kata H Ichwan Adji.
Ichwan Adji menambahkan, untuk rancangan ke depan, santri harus diberikan semacam kerangka atau kurikulum untuk bidang pendidikan politik, sehingga tidak menjadi manusia yang anti dengan politik.
“Saat ini kami dari PCNU Kota Bandar Lampung sedang menggagas berdirinya madrasah demokrasi, yang bertujuan membangun kesadaran dan pengetahuan politik para generasi muda,” katanya.
Sementara itu Fadilasari, editor buku, yang juga merupakan Ketua PW LTN NU Lampung mengatakan, buku tersebut merupakan hasil lomba artikel dalam memperingati hari santri nasional (HSN), pada Oktober 2016 . Naskah tersebut kemudian diterbitkan menjadi buku pada akhir 2017.
Buku ini terdiri dari dua bagian. “Pertama pesan dari pesantren, dan kedua pendidikan politik santri. Dari hampir 100 naskah yang masuk, hanya 27 naskah yang lolos seleksi untuk diterbitkan menjadi buku,” kata mantan jurnalis ini.
Fadilasari menambahkan, tradisi menulis bagi warga NU harus ditingkatkan, karena bagian dari literasi politik. “Penerbitan buku ini diharapkan menjadi stimulan bagi para santri dan generasi muda para umumnya,” katanya. Sehingga mereka tidak hanya berkutat di lembaga pendidikan, namun juga berani menuangkan ide dan gagasan dalam bentuk tulisan, agar jangkauannya dapat tersebar luas, lanjutnya.
Sementara KH Abdul Syukur mengapresiasi yang dilakukan LTN sebagai lembaga komunikasi dan publikasi NU yang telah menerbitkan dua buku dalam satu periode kepengurusannya. “Untuk di NU, ini luar biasa. Budaya menulisnya sudah mulai hidup. Hal positif seperti ini harus terus dilanjutkan,” kata dosen Universitas Islam Negeri Lampung ini.
Pemateri lain dalam dalam diskusi buku yang digelar oleh Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Bandar Lampung dan Penerbit LTN itu adalah Rudy Lukman, akademisi dari Universitas Lampung. Acara dihadiri 70-an aktivis PMII dari berbagai kampus, dan alumni PMII. (Sunarto/Ibnu Nawawi)