Daerah

Konflik Agraria, Petani Pundenrejo Pati Desak Polisi Serius Tangani Kasus Perusakan Rumah

NU Online  ·  Selasa, 3 Juni 2025 | 14:30 WIB

Konflik Agraria, Petani Pundenrejo Pati Desak Polisi Serius Tangani Kasus Perusakan Rumah

Para Petani Pundenrejo Pati berkumpul di depan Mapolresta Pati, pada Senin (2/6/2025), saat berlangsung sidang pemeriksaan saksi terkait kasus premanisme yang diduga dilakukan orang suruhan PT LPI. (Foto: NU Online/Solkan)

Pati, NU Online

Salah seorang Petani Pundenrejo yang juga menjadi saksi dalam kasus dugaan tindakan premanisme oleh orang suruhan PT Laju Perdana Indah (LPI) atau Pabrik Gula (PG) Pakis, Sulas, menyampaikan tuntutannya saat konferensi pers yang digelar Gerakan Masyarakat Petani Pundenrejo (Germapun) di depan Markas Kepolisian Resor Kota (Mapolresta) Pati, pada Senin (2/6/2025).


Ia menuntut agar rumah petani Pundenrejo yang dirusak oleh pihak yang diduga merupakan orang suruhan PT LPI segera diperbaiki dan dibangun kembali.


"Seperti asal mulanya, harus bagus," jelasnya saat memberikan keterangan dalam konferensi pers yang digelar setelah pemeriksaan saksi.


Ia juga meminta agar pihak-pihak yang merobohkan rumah tersebut dihukum secara adil.


"Harusnya diadili seadil-adilnya sama Polresta Pati, supaya preman-preman yang ada (di) sekitar harus dihapus semuanya. Biar tidak merugikan rakyat Petani Pundenrejo," tegasnya.


"Preman dari PT LPI. Saya minta itu supaya ditindaklanjuti dengan sebetul-betulnya, dengan setegas-tegasnya," lanjutnya.


Kuasa hukum petani Pundenrejo, Kristoni Duha, menyatakan bahwa lima orang petani telah diperiksa sebagai saksi oleh Unit Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras) Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim) Polresta Pati.


Kelima saksi itu memberikan keterangan atas laporan yang dibuat oleh salah satu petani bernama Sarmin pada 9 Mei 2025. Laporan tersebut terkait dugaan tindak pidana perusakan rumah oleh pihak yang diduga merupakan karyawan PT LPI, dengan jumlah pelaku lebih dari 50 orang.


"Kami juga mengapresiasi teman-teman dari Polresta Pati yang telah memeriksa kawan-kawan hari ini (petani Pundenrejo) dengan lumayan baik. Tadi pertanyaan-pertanyaannya lumayan masuk ke substansi," ujarnya.


Toni berharap, Polresta Pati segera menetapkan tersangka. Ia juga menyatakan telah mendesak agar status terlapor dinaikkan menjadi tersangka dalam dua bulan ke depan.


"Tadi Pak Kasat bilang akan diusahakan dan diupayakan. Nanti dua bulan kemudian kita akan tagih, apakah dengan proses penyelidikan dan penyidikan sudah cukup bukti untuk menetapkan mereka sebagai tersangka," ujarnya.


"Karena bukti-bukti yang ada di kami pun sebagai kuasa hukum dan pelapor menurut kami sudah cukup untuk menetapkan terlapor ini menjadi tersangka," lanjutnya.


Toni juga meyakini bahwa Polresta Pati akan bersikap netral dalam proses penyelidikan dan penyidikan terhadap laporan tersebut. Pihaknya akan menilai kinerja kepolisian berdasarkan kecepatan penanganan kasus.


"Kalau ini lama penanganannya berarti ada indikasi bahwa pihak Polresta Pati tidak serius menangani. Tapi kalau nanti dalam waktu dua bulan tiga bulan perkara ini naik sidik dan para terlapor ditetapkan sebagai tersangka, maka kami patut mengapresiasi dan meyakini bahwa dari kepolisian serius untuk menangani laporan ini," terangnya.


Ia juga meminta agar seluruh aparat penegak hukum, khususnya Polresta Pati dan Polsek Tayu, memberikan perlindungan hukum dan keamanan kepada petani Pundenrejo.


"Karena sampai saat ini para korban ini, petani ini, dihantui rasa trauma, dihantui terus-terusan akan terjadi lagi tindakan premanisme ini," tuturnya.


Perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Fajar Dhika, menyoroti tindakan premanisme dan intimidasi yang diduga dilakukan oleh orang-orang yang diduga suruhan PT LPI terhadap petani Pundenrejo.


Menurutnya, hal ini merupakan bentuk kegagalan Pemerintah Kabupaten Pati, khususnya Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Bupati Pati, dalam menyelesaikan konflik agraria secara adil.


"Karena Bupati Pati sebagai Ketua Tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) sudah seharusnya dan sudah sepatutnya, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2023 tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria," terangnya.


"Tim Gugus Tugas Reforma Agraria di tingkat kabupaten itu harus segera memasukkan lahan perjuangan yang sedang diperjuangkan oleh petani Pundenrejo ke dalam usulan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA)," tegasnya.


Ia menyatakan bahwa langkah tersebut bertujuan agar petani Pundenrejo mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum. Jika hal itu tidak dilakukan, maka para petani akan terus menjadi korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).


Ia mendesak Bupati Pati selaku Ketua Tim Gugus Reforma Agraria (GTRA) agar segera memasukkan tanah garapan petani Pundenrejo ke dalam daftar usulan TORA.


"Saat ini PT LPI sudah tidak lagi mempunyai hak apa pun di atas tanah perjuangan petani Pundenrejo," ungkapnya.


"Sejak 12 Februari, permohonan Hak Pakai PT LPI di atas lahan garapan petani Pundenrejo itu sudah dikembalikan kepada pemohon. Sudah dicoret BPN Kabupaten Pati. Sehingga tidak lagi patut PT LPI dilibatkan dalam penyelesaian konflik," tambahnya.

 
Salah seorang Petani Pundenrejo, Sulas, saat sedang menyampaikan tuntutan saat konferensi pers di hadapan awak media pascadiperiksa sebagai saksi oleh Polresta Pati atas tindakan premanisme yang diduga dilakukan orang suruhan PT LPI. (Foto: NU Online/Solkan)


Setelah konferensi pers tersebut, Petani Pundenrejo menyampaikan tiga tuntutan utama:


1. Menuntut Kapolresta Pati agar segera mengusut tuntas tindakan premanisme oleh PT Laju Perdana Indah yang telah merusak rumah petani Pundenrejo.


2. Menuntut Menteri ATR/BPN agar segera menyelesaikan konflik agraria di Pundenrejo agar tidak terjadi lagi kekerasan terhadap petani oleh PT Laju Perdana Indah (LPI).


3. Menuntut Bupati Pati selaku Ketua Tim Gugus Reforma Agraria agar segera menetapkan tanah garapan petani sebagai Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).