Daerah

Haul Gus Dur, Pesantren Misykat Al-Anwar Bogor Pasang Panel Surya

Ahad, 16 Februari 2020 | 13:25 WIB

Haul Gus Dur, Pesantren Misykat Al-Anwar Bogor Pasang Panel Surya

Pelatihan panel surya di Pesantren Misykat Al-Anwar Bogor diikuti berbagai komunitas, Sabtu (15/2). (Foto: Siti Barokah)

Bogor, NU Online
Haul Gus Dur kesepuluh yang dihelat oleh Komunitas Jaringan Gusdurian Bogor di Pesantren Ekologi Misykat Al-Anwar Bogor diisi dengan pelatihan energi bersih dan memasang panel surya. Kegiatan tersebut bekerjasama dengan berbagai organisasi lingkungan seperti Greenpeace Indonesia, Bersihkan Indonesia,Trend Asia dan Enter Nusantara.
 
Kegiatan yang diselenggarakan sehari penuh pada Sabtu (15/2), tidak hanya diikuti oleh para santri, tapi juga para pelajar sekitar Kecamatan Bogor Barat, Komunitas Solar Generation, kader NU dan para pemuda lintas agama. 
 
Kegiatan dibagi ke dalam tiga sesi. Sesi pertama, para peserta diajak untuk memahami pentingnya transisi energi dari energi kotor seperti batubara menuju energi bersih diantaranya energi surya. Pada sesi ini, Roy Murtadho atau yang kerap dipanggil Gus Roy pengajar Pesantren Misykat al-Anwar, memaparkan bahwa Indonesia mestinya bisa menjadi pelopor transisi energi menuju energi bersih yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. 
 
Gus Roy menyebutkan, Indonesia sebagai negara yang melimpah dengan sumber energi bersih tak boleh ketinggalan, tetapi justru harus menjadi pelopor. "Khususnya para santri dan pemuda lintas agama, harus turut serta ambil bagian dalam mengkampanyekan transisi energi di Indonesia. Karena itu bagian dari implementasi cinta kita pada Indonesia," katanya.
 
Bahkan lebih dari itu, transisi energi dari energi kotor menuju energi bersih juga bisa dimaknai sebagai perwujudan Islam rahmatan lil alamin. Karena itu, kita tidak boleh membiarkan bumi ini rusak. Perusakan ini tidak kompatibel dengan tujuan Islam rahmatan lil alamin yang wataknya menjaga dan merawat kehidupan seluruh alam.
 
Lebih lanjut Ia mengatakan NU mempunyai perhatian yang sangat besar pada persoalan lingkungan. "Lihat saja lambang NU, bumi bulat yang dilingkari sembilan bintang. Menurut saya itu juga bisa dibaca bahwa NU sebagai organisasai keagamaan berkomitmen untuk menjaga kehidupan ini berjalan dengan seimbang yang sebenarnya ada dasarnya dalam maqasid al-syariáh dan Islam rahmatan lil-alamin. Bahkan, Lakpesdam PBNU telah mengeluarkan Fiqih Energi Terbarukan," papar Gus Roy. 
 
Sesi kedua, kegiatan dipandu oleh Satrio dari Greenpeace Indonesia dan Hafidz teknisi panel surya dari Enter Nusantara yang banyak membahas secara teoritis dan teknis seluk beluk panel surya. Para peserta diberi bekal tentang kelebihan teknologi panel surya dan cara kerjanya dibandingkan dengan PLTU batubara yang banyak dibangun di Indonesia.
 
Ia menjelaskan PLTU batubara dari hulu ke hilir merusak lingkungan. Tambang batubara di berbagai tempat, terutama di Kalimantan menyisakan lubang-lubang bekas galian tambang yang mengandung zat-zat kimia berbahaya bagi makhluk hidup, tak hanya manusia tapi juga hewan dan tumbuhan.
 
"Sungai dan laut juga banyak tercemari tumpahan batubara yang dibawa oleh kapal-kapal tongkang menuju berbagai PLTU di pulau Jawa, Bali dan Sumatra. Nanti bekas pembakaran batubara di PLTU menjadi abu yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Jadi, PLTU batubara dari hulu ke hilir merusak lingkungan, beracun dan limbahnya berbahaya bagi kesehatan," ujar Satrio.
 
Pada sesi ketiga, para peserta memasang panel surya secara bersama-sama dan mempraktikkan apa yang telah dipelajari sebelumnya. Isnan Fatar salah seorang santri Misykat al-Anwar merasa sangat senang dengan pelatihan yang diselenggarakan. Mengikuti pelatihan ini, kata santri yang kerap dipanggil Fatar, membuatnya mengerti tentang perlunya memakai energi bersih bagi kehidupan yang lebih baik. Tak hanya itu, baginya kegiatan ini juga menjadi ajang untuk saling belajar tanpa dibatasi sekat etnis dan agama. 
 
"Saya senang sekali. Saya jadi tahu betapa pentingnya energi bersih bagi kehidupan. Kalau kita tidak segera beralih menggunakan energi bersih, bumi yang sudah rusak akan semakin cepat rusak. Bagaimana kalau bumi nanti rusak total. Manusia mau hidup di mana," tuturnya polos.
 
Tidak jauh dengan pengalaman Fatar. Beberapa pemuda Katolik yang mengikuti pelatihan ini merasa mendapatkan kehangatan bergaul bersama dan merasa sebagai Indonesia yang sesungguhnya, Bhineka Tunggal Ika.
 
Semua bisa kerjasama tidak memandang apapun etnis dan agamanya. Tak hanya itu, dengan adanya kegiatan ini, mereka merasa optimis terhadap masa depan toleransi di Indonesia. Bahkan salah seorang peserta beragama Katolik yang tak ingin disebutkan namanya mengatakan, intinya kan kerja sama.
 
"Semua manusia apa pun agamanya sekarang harus kerjasama saling mengasihi dan menjaga bumi. Kalau bumi ini rusak. Semua manusia tak peduli apa pun agamanya akan menerima imbasnya," ujarnya.
 
Ia berharap kegiatan seperti ini diperbanyak di berbagai tempat lainnya. Harapannya kedepan bisa diselenggarakan di komunitas agama lainnya. 
 
Pihak pengisi kegiatan pelatihan yang diwakili oleh Didit Haryo, tim leader kampanye iklim dan energi Greenpeace Indonesia, mengatakan kegiatan ini akan menjadi awal untuk kegiatan yang akan dilakukan di pesantren-pesantren lainnya terutama di pulau Jawa.
 
"Harapannya, kegiatan ini menjadi permulaan untuk kegiatan-kegiatan selanjutnya. Kita ingin bekerjasama dengan NU maupun pihak pesantren untuk misalnya membuat gerakan bersama solarisasi pesantren. Jadi, bisa bareng-bareng membuat gerakan hijrah energi," ungkapnya.
 
Ia juga menambahkan, NU dulu turut memelopori kemerdekaan Indonesia. Karena itu, sekarang sudah semestinya, para santri menjadi pihak yang berada di barisan depan untuk menjaga dan merawat Indonesia dari kerusakan sosial maupun lingkungan. "Apalagi Greenpeace Indonesia dan NU kan sama-sama hijaunya. Sudah pas banget," ujarnya.
 
Sementara pelaksana kegiatan diwakili oleh Budi Rahmatullah berharap kegiatan ini bisa menjadi salah satu cara kegiatan lintas agama atau kerjasama antar agama untuk mencari solusi hidup bersama yang lebih baik.
 
Kontributor: Siti Barokah
Editor: Kendi Setiawan