Daerah

Haul Syekh Abdul Qadir Al-Jailani JATMAN Kota Malang

Ahad, 6 Desember 2020 | 22:30 WIB

Haul Syekh Abdul Qadir Al-Jailani JATMAN Kota Malang

Maulid Nabi, Manaqib dan Haul Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani JATMAN Kota Malang, Ahad (6/12). (Foto: Istimewa)

Malang, NU Online
Suasana berbeda terlihat pada Ahad (6/12) pagi di Pesantren Miftahul Huda Gading Kota Malang, Jawa Timur. Pasalnya digelar rangkaian Maulid Nabi, Manaqib dan Haul Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani dengan menggandeng Jam'iyah Ahlith Thariqah Mu'tabarah An-Nahdliyah (JATMAN) Kota Malang.

 

Turut hadir Habib Agil bin Agil, Habib Abdullah Mauladdawillah, Rais Syuriyah Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Malang Dr Chamzawi ulama, dan pengurus Idaroh Syu'biyah JATMAN Kota Malang, serta alumni Pesantren Miftahul Huda Gading Malang.      

 

Acara diawali selepas shalat Subuh berjamaah yang dilanjutkan dengan khotmil Al-Qur'an, pembacaan blangko arwah, maulid Simtud Duror hingga acara inti, yakni sambutan sampai mauidhoh hasanah. Ketua panitia H Sulton menegaskan bahwa acara tahunan ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, karena masih dalam pandemi hanya beberapa orang yang diundang.

 

Terpantau dilokasi menerapkan protocol kesehatan mulai dari kedatangan. Ada bilik semprot khusus didatangkan dari Universitas Negeri Malang, pengecekan suhu tubuh, wajib memakai masker, hingga dalam tempat duduk berjarak (physical distancing).

 

KH M Baidhowi Muslich mewakili shohibul bait memberikan sambutan mengenai bebrapa cerita singkat para waliyullah. Syaikh Abdul Qodir al-Jilani dalam suatu riwayat melihat seorang perempuan yang sedang thawaf di Makkah hanya dengan satu kaki. Lebih dari itu kecepatan melebihi Syaikh Abdul Qodir al-Jilani.

 

"Ditanyakan ke laukhul mahfudz, tidak menemukan. Akhirnya menemukan jawaban, kalau itu adalah wali perempuan, ia adalah Rabi'ah Adawiyah," jelas Ketua MUI Kota Malang yang juga pengasuh Pesantren Anwarul Huda.

 

Dalam mauidhoh hasanah, KH Lutfi Hakim bin KH Abdul 'Adzim menuturkan musim pandemi menurut pengamat, beberapa negara telah mengalami krisis. "Bagaimana manusia dihancurkan dengan sebuah virus. Virus yang ukurannya begitu amat kecil. Allah yang menurunkan, dan Allah yang akan memberikan obat," beber KH Lutfi Hakim yang sekaligus Mursyid Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah.

 

Menurutnya ada yang lebih parah dari krisis ekonomi akibat pandemi ini, yaitu krisis keteladanan. Banyak penceramah nasional yang sudah menjadi panutan yang berbicara tidak sopan. "Apalagi kalau sudah masuk sosial media, ini kelas nasional bukan lagi kelas wilayah atau daerah. Jika unggah, semua publik akan mengetahui. Bahaya kalau yang melihat adalah orang awam," ungkapnya.

 

Ia menegaskan, tidak ada contoh yang bisa menjadi rujukan kecuali Baginda Nabi Muhammad SAW bagaimana ia mengajarkan keteladanan. "Laqod kaana rasulullahi uswatun hasanah. Sesungguhnya dari dalam diri Nabi Muhammad tersimpan contoh atau teladan yang baik. Lafadz laqod kaana adalah penekanan huruf tahqiq yang masuk kepada fi'il madhi," ujarnya.

 

Dalam suatu kisah, Rasulullah SAW dibuatkan minuman oleh Siti Aisyah. Ketika Siti Aisyah menuangkan gula, ternyata salah dengan garam. Disuguhkan kepada Nabi Muhammad SAW. Diminumlah, sampai setengah gelas.

 

"Apa respons nabi? Tidak pernah saya meminum minuman ini, dengan tersenyum. Setelah selesai, Siti Aisyah mencoba mencicipinya. Innalillahi wainna ilaihi rji'un, ternyata asin dari garam. Begitulah akhlak panutan kita nabi akhiruzzaman," bebernya.

 

Belum lagi dalam hal perjuangan, lanjutnya. Pernah dilempari kotoran. Sikap Nabi ialah mendoakan. Ya Allah berikan hidayah kepada ummatku, mereka belum tau siapa aku. Dari kejadian itu akhirnya luluh hingga masuk islam berkat keberkahan serta akhlak Nabi.

 

Berbicara Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani, menukil dalam keterangan kitab Minhajus Shawi ada tiga santri. Pertama Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani, kedua Ibnu Saqo' dan terakhir rojul akhor. Mereka bertiga ingin sowan kepada wali ghaust. Namun, niat mereka berbeda. Ibnu Saqo' lebih pada ingin mengetes, apakah itu benar-benar wali, berbeda Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani yang ingin mengambil istifadah dan berkah.

 

"Niat tulus Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani berbuah pada beliau diberikan isyarah akan menjadi wali, dan kakinya diatas leher seluruh wali. Naas, Ibu Saqo' dengan niat yang menyepelekan, akhir hayatnya terjadi konflik dengan non islam, hingga ia keluar islam. Meskipun sebelumnya ia terkenal alim dan disegani," ia mengisahkan.

 

"Semoga kita tetap dalam jalan apa yang diajarkan guru-guru kita, meskipun haul dan manaqib dilarang, kita tetap istiqomah," tutup KH Lutfi Hakim.

 

Kontributor: Jazuli
Editor: Kendi Setiawan