Daerah

Hidup Tenteram Berdampingan antara Muslim dan Non-Muslim Sesuai Ajaran Agama

Rab, 25 Desember 2019 | 01:00 WIB

Hidup Tenteram Berdampingan antara Muslim dan Non-Muslim Sesuai Ajaran Agama

Wakil Rais Syuriah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jombang, Jawa Timur M Sholeh. (Foto: NU Online/Syamsul Arifin)

Jombang, NU Online
Indonesia adalah negara yang memiliki bangsa dan budaya yang majemuk. Demikian juga dengan agama yang dianut oleh setiap bangsanya. Keniscayaan ini harus didukung dengan sikap saling memberikan kenyamanan dan keamanan dalam menjalankan aktivitasnya, tidak terkecuali saat melaksanakan ibadah agamanya masing-masing.
 
Sementara wujud sikap dalam memberikan kenyamanan dan keamanan itu salah satunya seperti yang kadang kala dilakukan Barisan Ansor Serbaguna (Banser) saat menjaga gereja.
 
Wakil Rais Syuriah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jombang, Jawa Timur M Sholeh berpendapat bahwa aksi penjagaan gereja oleh Banser NU sesuai dengan ajaran Islam.
 
Dasar pernyataannya yaitu hadits dari Ibnu Mas'ud yang dikutipnya dari Kitab Jaami'ul Shoghir halaman 158 karya Syaikh Jalaluddin Assuyuti. Redaksi haditsnya sebagai berikut:
 
عن ابن مسعود قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من اذى ذميا فأنا خصمه ومن كنت خصمه خصمته يوم القيامة ( الجامع الصغير ص ١٥٨ للشيخ جلال الدين السيوطي)
 
Dari Ibnu Mas'ud: Nabi Muhammad bersabda, barang siapa yang menyakiti non-Muslim yang sanggup hidup berdampingan dengan orang-orang Muslim, maka akulah musuhnya, dan barang siapa menjadi musuhku di dunia, maka aku memusuhinya di hari kiamat nanti.
 
"Banserku sahabat rakyat. Hadits di atas secara gamblang menunjukkan bahwa Islam menghormati dan melindungi non-Muslim yang sanggup hidup berdampingan dengan orang-orang Muslim," katanya, 
 
Ia berkeyakinan bahwa tidak ada seorang hamba di langit dan di bumi berstatus Mukmin sejati sehingga ia bersikap welas asih kepada sesama manusia dan menghargai manusia. Kecuali seorang itu benar-benar taat kepada ajaran agamanya.
 
"Seseorang hamba tidak akan bersikap welas asih pada sesama kecuali ia mempunyai sikap ketundukan terhadap agamanya, ini kuncinya," tambahnya.
 
Lebih lanjut ia berpendapat bahwa seseorang hamba tidak akan bisa dianggap Muslim yang sempurna hingga ia mampu membimbing tangan dan lidahnya untuk tidak menyakiti sesama manusia.
 
Manusia atau hamba tidak dianggap Muslim yang sempurna hingga ia alim (tahu mendalama) dengan agamanya. Kesempurnaan hamba yang alim adalah saat ini bisa menerapkan dan menjalankan titah ilmunya.
 
"Maka tidak dikatakan Muslim sempurna kalau ia tidak menghargai manusia yang lain. Meskipun beda agama. Semoga kita semua menjadi Mukmin dan Muslim sejati,bukan hanya sekedar Muslim luarnya," ujarnya
 
Kiai Sholeh mengutip pendapatnya Syaikh Muhammad Babshil pengarang Kitab Is'adurrofiq yang berbunyi bahwa dosa hukumnya menyakiti tetangga meskipun ia non-Muslim yang sehari-hari mampu hidup berdampingan dengan orang Muslim.
 
"Nah, dengan demikian Banser tidaklah salah menjaga non-Muslim yang merayakan natal, sebagai bentuk perlindungan terhadap mereka semata. Jangan koyak damai negriku dengan kebodohanmu," tandasnya.
 
Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Syamsul Arifin