Daerah

Ingin Makmur, Indonesia Jangan Lupakan 1717

NU Online  ·  Ahad, 27 Agustus 2017 | 09:01 WIB

Jember, NU Online
Jika bangsa Indoneia ingin makmur dan sejahtera, maka pemerintah dan masyarakat tak boleh melalaikan yang satu ini, yaitu tujuh belas-tujuh belas (1717). Itulah kunci untuk membuka jalan tergapainya kehidupan yang makmur dan sejahtera bagi bangsa Indonesia. 

Hal tersebut disampaikan oleh KH Saiful saat memberikan taushiyah pada pengajian di Dusun Kebonlangsep, Desa/Kecamatan Silo, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Jumat (25/8) malam.

Menurutnya, yang dimaksud dengan tujuh belas-tujuh belas adalah, tujuh belas pertama merujuk pada kewajiban umat Islam untuk melaksanakan shalat sebanyak tujuh belas rakaat, yang terdiri dari shalat Isya, Subuh, Dzuhur, Ashar dan Maghrib. 

"Itulah tujuh belas yang pertama yang wajib kita jaga," ucapnya.

Dikatakannya, bahwa jika seseorang melaksanakan shalat dengan sungguh-sungguh, maka akan berimpilkasi pada perilakunya. Sehingga perbuatan-perbuatan yang merusak, bisa dihindari, misalnya korupsi, mencuri dan sebagainya. 

"Kalau shalatnya bagus, pasti tak akan akan korupsi. Sebab, Allah sudah menjamin bahwa shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Dan korupsi itulah yang telah memelaratkan Indonesia," jelasnya.

Di sisi lain, shalat juga simbol keagamaan. Artinya, jika pembangunan Indonesia ingin sukses, maka unsur keagamaan harus menjadi bagian dari pembangunan itu sendiri. 

"Jadi, kebijakan apa pun dari pemerintah, maka napas keagamaan tak boleh dilupakan," urainya.

Sedangkan tujuh belas yang kedua adalah mengacu kepada peringatan Kemerdekaan Indonesia setiap tanggal 17 Agustus. Perayaan kemerdekaan, kata KH Saiful, selain untuk mengenang jasa para pahlawan bangsa, juga harus dijadikan momentum untuk meningkatkan semangat dan kemampuan bangsa di segala bidang. 

"Kita harus punya semangat yang lebih untuk mengisi kemerdekaan. Kita tinggal menikamti hasilnya, hasil perjuangan para ulama dan pejuang bangsa. Sekarang kita tinggal mengisinya," ungkapnya (Aryudi A. Razaq/Abdullah Alawi)