Ingkung Ayam Kampung dalam Tradisi Selikuran Puasa di Wonogiri
NU Online · Selasa, 7 Juli 2015 | 11:20 WIB
Wonogiri, NU Online
Puasa sudah melewati dua puluh hari dan sekarang masuk hari ke dua puluh satu seperti halnya Senin (6/7) kemarin. Masyarakat Kabupaten Wonogiri sebagian besar menggelar tradisi Selikuran atau istilah lain disebut maleman.<>
Pada malam selikuran dibuat acara doa bersama serta membawa ingkung ayam kampong (ayam kampung yang dimasak utuh dan diberi bumbu opor, kelapa dan daun salam) sebagai pertanda puasa tinggal sepuluh hari.
Salah satu tokoh masyarakat Desa Saradan Baturetno, Wiyono mengungkapkan bahwa Selikuran fokusnya pada pemupukan rasa kepedulian antar sesama. Dilambangkan dengan pengambilan paha ayam ingkung bagian kanan yang kemudian dibagi-bagikan ke anak-anak kecil atau warga miskin.
Kalau dari keluarga yang kurang mampu, tambah Wiyono, biasanya tidak membawa, mereka inilah nanti mendapat potongan paha kanan itu. “Soal jumlah yang diterima berapa tergantung dari ingkung yang terkumpul dan total penerima,” ujarnya.
Selain itu, salah satu tokoh masyarakat, Sri Rahardjo menjelaskan bahwa tradisi Selikuran memberikan pertanda puasa telah berjalan selama dua puluh hari. Berarti pula tinggal menyisakan sepuluh hari ke depan.
“Pada malam Selikuran ini menandakan puasa masuk sepuluh hari terakhir, untuk itu puasa harus lebih serius lagi,” ujar Sri. (Ahmad Rosyidi/Fathoni)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menguatkan Sisi Kemanusiaan di Bulan Muharram
2
Khutbah Jumat: Mengais Keutamaan Ibadah di Sisa bulan Muharram
3
Inalillahi, Tokoh NU, Pengasuh Pesantren Bumi Cendekia KH Imam Aziz Wafat
4
Khutbah Jumat: Muharram, Momentum Memperkuat Persaudaraan Sesama Muslim
5
Khutbah Jumat: Jangan Apatis! Tanggung Jawab Sosial Adalah Ibadah
6
Khutbah Jumat: Berani Keluar Dari Zona Nyaman
Terkini
Lihat Semua