Daerah

Ini Alasan Unusa Gelar Workshop dan Penelitian Fiqih Lingkungan

Kam, 13 Desember 2018 | 10:30 WIB

Surabaya, NU Online
Lewat Pusat Pengembangan Masyarakat dan Peradaban Islam (PPMI), Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) menyiapkan kajian terkait dengan fiqih lingkungan. Tema yang diangkat adalah Eco Literacy di Era Digital, Ijtihad untuk Bumi.

Peluncuran tema kajian terkait fiqih ligkungan menghadirkan Ismid Hadad, Ketua Dewan Pembina Yayasan Kehati. Sejumlah pakar lingkungan di Jawa Timur turut dihadirkan pada kegiatan yang berlangsung Kamis (13/12) di Kampus B kampus setempat.

Ketua PPMPI, Wardah Alkatiri mengatakan, kajian yang dilakukan dalam dua tahun ke depan bentuknya selain diskusi tematik dan terjadwal adalah workshop dan penelitian. 

“Kami merencanakan workshop dalam beberapa hari dengan menggundang beberapa nara sumber dari luar negeri,” katanya. 

Sedang peserta yang akan diikutsertakan antara lain dari aktivis lingkungan, LSM, lembaga sosial kemasyarakatan seperti NU, Muhammadiyah, Al-Irsyad, dan lainnya.

Wardah menambahkan, dalam konteks Islam, gerakan eco-literacy dan keberlanjutan dimaknai sebagai tanggung jawab manusia sebagai khalifah di bumi (guardian of the earth); amanah manusia pada Allah; dan tindakan menegakkan keadilan, serta hidup selaras dengan alam (mizan).

Sementara kajian PPMPI bertema  Eco Literacy di Era Digital – Ijtihad untuk Bumi, berangkat dari pandangan yang memahami kompleksitas masalah kerusakan lingkungan hidup di negara berkembang seperti Indonesia.

“Memahami latar belakang sejarah, politik, ekonomi, sosial dan budaya di balik problem tersebut sangat penting agar dapat memberikan jalan keluar terbaik,” urainya. 

Sementara terkait dengan ketersediaan sumberdaya alam bagi manusia, kajian PPMPI berangkat dari pandangan bahwa Sumber Daya Alam (SDA) terbagi menjadi dua golongan; renewable (dapat diperbaharui) dan non-renewable (tidak dapat diperbaharui).

Ditambahkannya, jika manusia menghabiskan SDA yang non-renewable, maka akan habis dan tidak mungkin bisa diganti. 

Demikian juga halnya jika manusia mengonsumsi SDA yang renewable tapi dengan kecepatan mengkonsumsi yang jauh melampaui kecepatan alam memperbaharui dirinya sendiri. “Maka dalam jangka waktu tertentu, alam tidak akan mampu memenuhi kebutuhan itu dan manusia pun terancam kebangkrutan SDA serta ecological collapse,” katanya.

Sebelumnya, saat sambutan, Wakil Rektor I Bidang Akademik, Prof Kacung Marijan mengatakan, dipilihnya isu fiqih lingkungan dalam kajian ini dengan banyak pertimbangan. Selain sebagai dari kepedulian, juga bentuk dari keperihatinan Unusa  terhadap rusaknya lingkungan di muka bumi ini. 

“Dalam al-Qur’an, beberapa ayat jelas menyatakan bahwa terkait dengan lingkungan, kita diwajibkan untuk menjaga untuk tidak membuat kerusakan di muka bumi ini,” kata Prof Kacung Marijan mengutif Surat Al A’raf ayat 56. (Ibnu Nawawi)