Daerah

Inilah Dalil Perayaan Maulid Nabi Muhammad

Sen, 7 Desember 2015 | 19:39 WIB

Jombang, NU Online
Katib Syuriah PCNU Jombang H Abd Kholiq Hasan mengajak warga nahdliyin mengetahui dalil-dalil anjuran merayakan atau memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Pasalnya tak sedikit golongsn yang menganggap perayaan itu adalah bid’ah yang sesat.
<>
Dalam pandangan Gus Kholiq, sapaan akrabnya, peringatan Maulid Nabi pada dasarnya adalah ungkapan rasa senang dan gembira dengan lahirnya Nabi Muhammad SAW.  Rasa senang dan gembira itu sendiri merupakan perintah Allah SWT.

Dalam Al-Qur’an surah Yunus ayat 58, lanjut dia, disebutkan anjuran untuk bergembira dengan karunia Allah dan rahmat-Nya sebab Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.

Rasa senang dan gembira ini, kata dia, sebagaimana yang telah Nabi contohkan sendiri dengan cara berpuasa pada hari kelahiran beliau. Dalam sebuah hadits diriwayatkan dari Abu Qatadah al-Anshari yang artinya bahwa Rasulullah pernah ditanya tentang puasa Senin. Nabi menjawab, pada hari itulah aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku.

Sedangkan untuk memperingati Maulid Nabi ini, menurut Gus Kholiq, terdapat dorongan kuat untuk membaca shalawat dan salam kepadanya. Sebab dijelaskan dalam Al-Qur’an surah QS. al-Ahzab ayat 56, Allah dan para malaikatnya bershalawat kepada Nabi Muhammad saat lahir.  

“Innallaaha wa malaaikatahu yushalluna alan nabi. Yaa ayyuhalladzina amanu shallu ‘alaihi asallimu taslima. (Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya),” terangnya kepada NU Online, Senin (7/12).

Segala sesuatu yang menjadi dorongan untuk melakukan perbuatan yang dianjurkan oleh syara’, berarti dianjurkan pula dalam syara’. Dan segala sesuatu yang menjadi dorongan melakukan perbuatan yang diperintahkan oleh syara’, berarti diperintahkan pula dalam syara’. “Salah satu kaidah ushuliyah disebutkan maa laa yutimmul wajibu illa bihi fahua wajibun (Sesuatu yang tidak dapat sempurna sesuatu yang wajib kecuali dengannya, maka sesuatu tersebut juga berhukum wajib),” imbuhnya.

Ia menjelaskan, sekitar lima abad yang lalu, Imam Jalaluddin al-Suyuthi (849-901 H/1445-1505 M) pernah menjawab polemik tentang perayaan Maulid Nabi ini. Beberapa orang mempertanyakan tentang hukum merayakan Maulid Nabi, menukil dalam kitab al-Hawi li al-Fatawi beliau menjelaskan.

“Ada sebuah pertanyaan tentang perayaan Maulid Nabi pada bulan Rabi’ul Awal, bagaimana hukumnya menurut syara’. Apakah terpuji ataukah tercela? Dan apakah orang yang melakukan diberi pahala ataukah tidak? Beliau menjawab: “Jawabannya menurut saya bahwa semula perayaan Maulid Nabi yaitu manusia berkumpul, membaca Al-Qur’an dan kisah-kisah teladan Nabi sejak kelahirannya sampai perjalanan kehidupan-nya. Kemudian menghidangkan makanan yang dinik-mati bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua itu termasuk bid’ah hasanah. Orang yang melakukan diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi, menampakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad yang mulia,” tuturnya.

Terahir, Kholiq menjelaskan beberapa fadilah (keutamaan) dalam merayakan Maulid Nabi muhammad. Di antaranya adalah sebagaimana yang dikutip oleh al-Imam Syihâbuddin Ahmad bin Hajar al-Haitami asy-Syafi’i (899-974 H/1494-1566 M) dalam kitabnya al-Ni’matu al-Kubra ‘ala al-‘Alam fî Maulidi Sayyidi Waladi Adam. “Sayyidina Abû Bakar ash-Shiddiq berkata, barangsiapa yang menginfaqkan satu dirham atas dibacanya Maulid Nabi, maka ia adalah temanku di surga,” katanya.

“Sayyidina ‘Umar bin Khaththâb  berkata barangsiapa yang mengagungkan Maulid Nabi, sungguh ia telah menghidupkan agama islam. Dan Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq berkata, Barangsiapa yang menginfaqkan satu dirham atas dibacanya Maulid Nabi, maka seakan-akan ia rela mengorbankan jiwanya untuk membela agama pada perang Badar dan perang Hunanin. Sayyidina ‘Ali bin Abî Thâlib juga berkata, barangsiapa yang mengagungkan Maulid Nabi dan ia menjadi sebab dibacanya Maulid Nabi, maka ia tidak akan meninggal kecuali dengan iman dan masuk surga tanpa hisab,” lanjutnya. (Syamsul)