Daerah

IPNU-IPPNU, Pengurusnya Boleh Mahasiswa, Fokus Garapnya Tetap Pelajar

NU Online  ·  Ahad, 10 Mei 2015 | 02:09 WIB

Semarang, NU Online
Kekosongan organisasi kemahasiswaan yang bernaung secara struktural di bawah PBNU menjadi perbicangan hangat para aktivis mahasiswa NU, baik yang dari IPNU dan IPPNU maupun yang dari organisasi kemahasiswaan berideologi NU. Munas-Konbes NU 2014 juga menyepakati akan membahas isu ini pada forum musyawarah tertinggi NU, Muktamar ke-33 NU Agustus mendatang.
<>
Ada wacana bahwa batas usia dan gerak di IPNU dan IPPNU yang kini memiliki jaringan di sekolah, pesantren, dan kampus, akan dipangkas hingga sebatas level pelajar. Sebagian aktivis IPNU-IPPNU keberatan dengan wacana kebijakan ini, mengingat tingkat kesulitan dan kesibukan proses kaderisasi di berbagai pelosok negeri yang dinilai susah jika hanya ditangani seorang pelajar sekolah.

Kabar yang lain menyebutkan simpang siur status independensi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) tetap lepas atau akan masuk ke dalam Banom NU.

Menyikapi ini, Ketua Pengurus NU (PWNU) Jawa Tengah Abu Habsin menyatakan ide moderatnya. Menurutnya, bagaimanapun juga IPNU dan IPPNU harus tetap eksis mengakomodir para pelajar, agar saat menjadi mahasiswa, mereka tidak hanya kutu buku saja, tapi juga mampu mengatasi problem sosial yang dihadapi.

“Kalau anak sudah diantar IPNU-IPPNU, nanti di kampus sudah matang. Maka IPNU-IPPNU pun perlu kembali pada fungsinya, yakni mengakomodir pelajar. Tidak usah ada komisariat di kampus. Pengurus boleh mahasiswa, tapi garapannya tetap dipusatkan kepada para pelajar. Mahasiswa menjadi pengurus, yang akan membina para pelajar kita,” ujarnya kepada NU Online saat ditemui di kantor PWNU Jawa Tengah, Semarang (2/5).

Hal ini sesuai dengan fakta bahwa KH Moh. Tolchah Mansur saat mendirikan Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) juga adalah seorang mahasiswa. Sampai sekarang pun, pengurus IPNU dan IPPNU di pelbagai daerah adalah para mahasiswa.

Namun yang lebih menjadi sorotan bagi aktivis IPNU dan IPPNU adalah soal pemangkasan usia. Hal ini terkait erat dengan eksistensi organisasi yang tidak hanya di level pimpinan komisariat sekolah atau ranting di masing-masing desa. Sebab sebagai Banom NU, kepengurusan IPNU dan IPPNU pun meliputi pelbagai tingkatan dari pelosok desa hingga nasional.

Ini artinya semakin tinggi tingkat kepengurusan maka akan semakin tinggi pula frekuensi kesibukan mengurus bawahannya. Belum lagi masalah jarak tempuh yang khas dimiliki negara kita. Lebih dari itu, kepengurusan dan pengkaderan di IPNU maupun IPPNU juga berjenjang tertib. Maka ketika batasan usia ditetapkan pada usia pelajar saja, bisa dibayangkan betapa repotnya seorang pelajar tingkat SMA mengatasi pengkaderan teman seusianya di seluruh pelosok negeri. (Istahiyyah/Mahbib)