Dayah MADAH Siap Membumikan Ekoteologi, Pelopori Kurikulum Hijau di Aceh
NU Online · Sabtu, 14 Juni 2025 | 16:00 WIB

Mustasyar PBNU Abu Syekh H Hasanoel Basri HG (Abu MUDI) yang juga Mudir Dayah MUDI bersama Abah Iswadi Pimpinan Dayah MADAH serta Dewan Guru (Foto:Helmi Abu Bakar/NU Online)
Helmi Abu Bakar
Kontributor
Bireuen, NU Online
Dayah Ma’had Darul Ikhlas Al-Aziziyah (MADAH), yang terletak di Gampong Pulo Drien, Kecamatan Simpang Mamplam, Kabupaten Bireuen, Aceh, menyatakan komitmennya untuk menjadi pelopor penerapan kurikulum hijau berbasis ekoteologi dan fiqh al-bi’ah (fikih lingkungan) di lingkungan pesantren.
Langkah ini disampaikan langsung oleh pimpinan Dayah MADAH, Tgk. Iswadi, atau akrab disapa Abah Iswadi, usai mengikuti perkembangan gerakan nasional kurikulum hijau yang dipelopori sejumlah pesantren di Jawa.
Ia menilai, pesantren sebagai pusat peradaban Islam tidak boleh abai terhadap krisis lingkungan yang kian mengancam masa depan generasi mendatang.
“Pesantren harus tampil sebagai solusi, bukan hanya dalam bidang moral dan agama, tapi juga lingkungan. Ekoteologi adalah bagian dari tanggung jawab spiritual kita sebagai khalifah di bumi,” ujar Abah Iswadi kepada NU Online, Sabtu (14/6/2025).
Menurutnya, nilai-nilai cinta lingkungan dan tanggung jawab ekologis sejatinya telah melekat dalam tradisi pesantren, terutama dalam kitab-kitab klasik yang banyak membahas kebersihan, pemanfaatan sumber daya, hingga adab terhadap alam. Namun, selama ini belum diformalkan menjadi kurikulum atau gerakan terstruktur.
“Kita ingin santri bukan hanya paham fikih wudhu, tapi juga fikih air bersih. Bukan hanya menghafal ayat, tapi juga mencintai pohon dan bumi tempat ayat itu diturunkan,” jelasnya.
Sebagai bentuk konkret, Dayah MADAH mulai merancang integrasi nilai-nilai ekologi dalam sistem pendidikan pesantren melalui modul “Kurikulum Hijau.” Modul ini akan menggabungkan pembacaan kitab klasik dengan praktik-praktik ramah lingkungan, seperti penghijauan lingkungan dayah, pengelolaan sampah, konservasi air, serta literasi ekologi berbasis Islam.
Abah Iswadi juga membuka peluang kolaborasi dengan Kementerian Agama, Dinas Lingkungan Hidup, dan elemen masyarakat sipil untuk memperluas pengaruh pesantren dalam gerakan pelestarian lingkungan. Ia menyebut, pesantren memiliki basis sosial yang kuat dan legitimasi moral di tengah masyarakat, sehingga sangat potensial menjadi agen perubahan ekologi di akar rumput.
“Santri harus menjadi duta lingkungan. Ini bukan hanya soal sains, tapi soal iman dan tanggung jawab keagamaan,” ujarnya.
Ia menambahkan, bahwa gagasan ini juga akan mendorong pesantren-pesantren lain di Aceh untuk mulai bertransformasi menjadi Pesantren Hijau. Gerakan ini penting sebagai respons atas ancaman deforestasi, pencemaran sungai, krisis air bersih, serta sampah plastik yang kini melanda berbagai wilayah Aceh.
“Kalau tidak dimulai dari pesantren, siapa lagi yang akan merawat bumi ini dengan nilai-nilai Islam? Ini jihad lingkungan kita bersama,” tegasnya.
Dengan semangat tersebut, Dayah MADAH Pulo Drien menegaskan peran barunya sebagai pesantren salafiyah yang bukan hanya menjaga warisan keilmuan klasik, tetapi juga menjadi pelopor dalam menjaga bumi, rumah bersama seluruh ciptaan Tuhan.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
2
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
3
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
4
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
6
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
Terkini
Lihat Semua