Daerah

ISNU Jatim: Awas Bahaya Dramatisasi Televisi

NU Online  Ā·  Rabu, 22 Mei 2019 | 20:00 WIB

Jombang, NU Online
Wakil Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Jawa Timur KH Zahrul Azhar Asumta As'ad meminta masyarakat Indonesia untuk berhati-hati dalam mengkonsumsi informasi dari dunia televisi. Karena bisa menarik penonton ke ranah sesat pikir.

Dunia televisi adalah dunia industri yang HI COST, para pelakunya harus berpikir keras melakukan segala upaya agar tayangannya mendapatkan pemirsa sebanyak-banyaknya dan ujung-ujungnya adalah roti iklan. Orang tv paham betul untuk meraih itu maka yang paling mudah adalah dengan cara membuat sensasi dengan melibatkan emosi pemirsa.

"Maka mereka akan membuat acara tak akan jauh dari membuat tertawa sampai tertawa banget atau membuat sedih dengan seharu-harunya. Di sinilah mulai masuk unsur dramatisasi dari setiap tayangan. Maka dapat dilihat televisi dengan roti iklan yang besar itu biasanya dari televisi yang isinya drama, telenovela dan variaty show yang melibatkan emosi daripada televisi news," jelasnya, Rabu (22/5).

Ia menjelaskan, programer televisi dituntut untuk membuat program yang bisa mengaduk-aduk emosi pemirsa. Mereka terkadang tidak memperdulikan nilai-nilai atau misi yang harus dibawa, yang penting iklan lancar. Semisal kemarin ada yang mengajukan pertanyaan "berbahaya", seperti yang ditanyakan kepada si Hafidz kecil di sebuah televisi swasta.

"Beredar meme (belum jelas benar atau tidak) tentang pilihan antara memilih ibu atau hafalan Al-Quran. Lalu anak kecil tersebut lebih memilih hafalan membuat saya miris,Ā  jika meme itu benar maka anak tersebut telah menjadi korban dari kejamnya dunia industri televisi dan jika ternyata meme itu tidak benar maka saya juga miris karena banyak sekali pendapat netizen yang sesat pikir karena justru mengamini dan memuji jawaban anak kecil yang lebih memilih hafalan daripada ibu," sesal Pengasuh Pondok Pesantren Queen Al-Azhar Darul Ulum,Ā  Rejoso Peterongan ini.

Ia menjelaskan, pertanyaan-pertanyaan yang mengandung unsur dramatisasi memang dibutuhkan oleh dunia televisi dan menjebak tersebut adalah embrio dari lahirnya generasi sesat pikir yang akhirnya menyuburkan para pengamal agama yang offside. Mereka tak lagi menempatkan jiwa Rahmah dan kemanusiaan sebagai dasar dalam beragama. Tetapi menjadikan agama sebagai tujuan dari segala yang ada.Ā 

Jika generasi sesat pikir ini kian subur, maka tak heran negeri ini makin dipenuhi oleh para penganut jamaah "jumudiyah" yang kaku dan tekstual. Orang-orang seperti inilah yang akan mudah terhasut dan termakan oleh orang-orang jahat yang mengkapitalisasi agama demi kepentingan kepentingan sesaat dan kekuasaan.Ā 

Terbentuknya karakter sesat pikir jamaah jumudiyah tidaklah tiba-tiba tetapi melalui proses panjang dan salah satu yang mempercepat adalah peran media yang hanya memikirkan kue iklan dan para pelaku politik jahat yang memanfaatkan agama sebagai alat untuk menuju kekuasaan.

"Jadikan kekuasaan untuk menyebarkan nilai nilai agama bukan sebaliknya menjadikan agama sebagai alat mencari kekuasaan karena nyawa akan menjadi pertaruhannya bagi para kaum jumudiah tersebut, lha sejak kecil saja sudah diajarkan mending kehilangan nyawa ibunya daripada hafalannya," tandasnya. (Syarief Abdurrahman/Abdullah Alawi)