Daerah

Kiai Ali Khidlir Denanyar Ungkap Pentingnya Mahabbah Diimbangi Ta’dzim

Sel, 16 Agustus 2022 | 15:00 WIB

Kiai Ali Khidlir Denanyar Ungkap Pentingnya Mahabbah Diimbangi Ta’dzim

Pengasuh Pesantren An-Najah Denanyar Jombang, KH Ahmad Ali Khidlir.

Jakarta, NU Online
Mahabbah atau cinta merupakan rasa kecenderungan yang wajar dimiliki setiap manusia. Namun, seseorang yang mencapai tingkat mahabbah tertentu kadang lalai memerhatikan etika ta’dzim kepada seseorang yang dicintainya. Penting sekali mengimbangi mahabbah dengan rasa ta’dzim.


Pengasuh Pesantren An-Najah Denanyar Jombang, KH Ahmad Ali Khidlir mengungkapkan hal tersebut dalam tayangan YouTube NU Online bertema ‘Mencintai Nabi Harus Diimbangi dengan Adab yang Benar’, pada Senin (15/8/2022).


“Mahabbah itu menjadikan batas-batas adab (etika) menjadi terkikis. Namanya juga cinta, ya wajar saja,” papar Kiai Ali.


Namun, Kiai Ali mengungkapkan ketika cinta diimbangi dengan ta'dzim maka akan menjadi istimewa. “Sebaliknya, jika mahabbah tanpa ta'dzim akan menjadi berbahaya,” jelasnya.


Kiai Ali mencontohkan, jika ada khatib bercerita tentang kisah Nabi Muhammad saw dari kecil, kemudian menceritakan tentang masa-masa susahnya ketika ditinggal ayahnya, lalu ditinggal ibunya dan seterusnya.


“Nah, cerita itu kemudian berhasil membuat jamaah menangis terharu karena kisah Nabi disampaikan secara dramatis. Padahal hal tersebut tidak boleh karena Nabi terlalu mulia untuk mendapat belas kasih kita. Justru kita yang seharusnya mendapat rahmat beliau, sepantasnya kita menghormati beliau,” ungkapnya.


Kiai Ali juga menuturkan, di dalam muqaddimah kitab Dalailul Khairat dijelaskan bahwa semakin tebal mahabbah kita kepada Nabi Muhammad maka akan semakin tebal juga iman seseorang. Semakin besar kebencian seseorang kepada Nabi, juga akan semakin besar pula kekufurannya.


“Cara mahabbah kepada Nabi Muhammad saw pada zaman sekarang di mana kita tidak bisa bertemu secara langsung adalah dengan cara memperbanyak shalawat dan dengan cara berusaha agar hati menghadirkan sosok beliau,” jelasnya.


Menurut Kiai Ali, terkadang mahabbah orang awam lebih besar dari pada seorang santri, karena mahabbah merupakan rezeki yang dibagi-bagi.


“Ada yang mendapat banyak, ada juga yang sedikit. Semua itu ada ikhtiarnya. Salah satunya dengan dibimbing oleh orang tua atau guru yang punya mahabbah kuat. Dengan begitu, nanti muridnya akan tertular dengan mahabbah yang dimiliki oleh sang guru,” pungkasnya.


Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori