Nasional

KH Mitfachul Akhyar: Cinta Rasul Jadi sebab Diterimanya Iman

Jum, 29 Oktober 2021 | 03:00 WIB

KH Mitfachul Akhyar: Cinta Rasul Jadi sebab Diterimanya Iman

KH Mitfachul Akhyar: Cinta Rasul Jadi sebab Diterimanya Iman. (Foto: Istimewa)

Jakarta, NU Online 
Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar menjelaksan bahwa kunci diterimanya keimanan seseorang adalah mencintai Rasulullah saw. 
 
“Cinta merupakan fondasi keimanan. Tanpa cinta kepada Nabi, iman kita itu tertolak,” katanya dalam tayangan video Youtube di TVNU yang diunggah satu hari yang lalu.
 
Mendasari argumennya, Kiai Miftach mengutip ucapan Ibnu Rajab al-Hambali, yaitu maḫabbatur rasul ashlun min ushûlil îman (mencitai Rasulullah saw merupakan salah satu unsur pokok dalam keimanan).
 
Selain itu, ia juga mengutip hadits Nabi yang berbunyi, yu’minu aḫadukum ḫattâ akûna aḫabba ilaihi min waladihi wawâlidihi wan nâsi ajma’in (tidak seorang pun di antara kalian beriman [dengan iman yang sempurna] sampai aku [Nabi Muhammad] lebih dicintainya daripada anaknya, orang tuanya, dan seluruh umat manusia).
 
“Meskipun maksud hadits ini ‘imannya yang cacat’. Iman cacat kan tidak layak kita haturkan kepada Allah. Karena ternyata kecintaan kita kepada Rasulullah masih kalah dengan anak, orang tua, dan manusia lainnya,” jelas kiai kelahiran Surabaya, Jawa Timur itu.
 
Selain diterimanya iman, lanjut Kiai Miftach, mencintai Rasulullah dengan memperingati hari kelahirannya saja juga dapat memperoleh rahmat dan keberkahan hidup. Baik dengan mengingat kelahirannya, mukjizat-mukjizatnya, dan hal terkkait lainnya.
 
“Itu hanya ingat saja. Apalagi jika ditindaklanjuti dengan mengkaji sejarah hidup Rasulullah, kenapa Nabi saw terpilih menjadi Nabi terakhir,” katanya.
 
Menurut Kiai Miftach, memperingati Malulid Nabi merupakan memperingati hari besar dalam Islam. Hal ini berdasarkan firman Allah swt dalam surat Ibrahim ayat 5 yang berbunyi, wa dzakkirhum bi ayyâmillah (dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah).
 
Pengasuh Pondok Pesantren Miftsachus Sunnah, Surabaya itu juga mengajak agar dalam memperingati Maulid Nabi untuk selalu menunjukkan rasa cuka cita. Bagi orang yang bersuka cinta saat Maulid Nabi, semua urusannya akan dimudahkan. Termasuk urusan utang.
 
“Perlihatkanlah rasa suka cinta pada maulid Nabi, insyaallah selesai segala urusan,” ujar Kiai Miftach.
 
Pada kesempatan itu, Kiai Miftach membandingan rasa bahagia sebagian umat Islam atas kelahiran Nabi dengan rasa bahagia Abu Lahab saat Nabi baru dilahirkan. Menurutnya, rasa bahagia Abu Lahab hingga memerdekakan Tsuwaibah itu bernuansa politis (tidak ikhlas), membuatnya mendapat balasan pahala dengan keluarnya air di sela-sela jari di neraka setiap hari Senin.
 
“Itu gembiranya hanya satu kali, apa lagi kita yang gembiranya setiap hari, setiap menit,” imbuh Kiai Miftach.
 
Kontributor: Muhamad Abror
Editor: Syamsul Arifin