Daerah

Kiprah Nyai Rodliyah Djazuli, Menginspirasi Perempuan di Ruang Publik

Jum, 18 November 2022 | 08:35 WIB

Kiprah Nyai Rodliyah Djazuli, Menginspirasi Perempuan di Ruang Publik

Tampak KH. Ahmad Zainuddin Djazuli sungkem kepada ibundanya, Nyai Rodliyah Djazuli (Foto: ponpesqueenalfalah)

Kediri, NU Online 
Nyai Rodliyah Dajzuli merupakan istri dari KH Ahmad Djazuli Utsman, Pendiri Pondok Pesantren Al-Falah Ploso Kediri, Jawa Timur. Ia memiliki peran besar, mengambil peran emansipasi, sehingga menjadi inspirasi perempuan di ruang publik.


Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Ketanagakerjaan RI Hj Ida Fauziyah pada Halaqoh Bu Nyai Isnpiratif #1 yang digelar oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur dengan tema “Bedah Sejarah Ummahatil Ma’ahid Bu Nyai Hj Rodliyah Djazuli” di Pondok Pesantren Al-Falah Ploso, Mojo, Kediri, Kamis (17/11/2022).


“Betapa luar biasanya Bu Nyai Rodliyah, beliau wafat tahun 1996. Pada masanya beliau mengambil peran-peran yang luar biasa, orang menyebut mengambil peran emansipasi. Itu sudah dilakukan oleh belau. Jadi kalau kita simpulkan bahwa sebenarnya partisipasi perempuan di luar atau di ruang publik itu banyak kita temukan di pesantren,” ujarnya.


Lebih lanjut ia mengatakan bahwa bisa dibayangkan jika tidak ada Nyai Rodliyah, maka Kiai Djauzli akan sangat kerepotan dalam mengambil peran, seperti tarbiyah (mengajar). Sehingga dengan peran dari Nyai Rodliyah, Kiai Dajzuli bisa konsentrasi dalam mengambil perannya.


“Dengan peran Bu Nyai Rodliyah, maka sebenarnya pembagian peran itu begitu indahnya dilakukan oleh Bu Nyai Rodliyah. Beliau hidup pada masa orde baru, di masa banyak orang berpikir peran perempuan di dunia publik tidak seperti sekarang ini. Jadi di tahun itu pun beliau mengambil peran-peran publik,” imbuhnya.


Ida mengungkapkan jika mau belajar tentang tingkat partisipasi perempuan, maka belajarlah di pesantren. Karena pesantren adalah tempat di mana perempuan bisa berekspresi dengan kemampuan yang dimiliki. Pesantren juga sangat menghargai terhadap keberadaan perempuan. Pesantren memiliki fungsi yang besar, meliputi fungsi pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan.


“Melakukan upaya memperkuat masyarakat, khususnya masyarakat perempuan itu adalah ruang publik, bukan ruang privat, dan itu dilakukan oleh pesantren. Saya kira dari cerita Bu Nyai Rodliyah yang mengambil peran-peran ekonomi, saya berharap ini juga benar-benar menjadi role model bagi perempuan di lingkungan pesantren. Inspirasi dari Bu Nyai Rodliyah kita jadikan sebagai pegangan,” pungkasnya.
Nyai Rodliyah Djazuli, Khadijahnya Abad 20. 


Hal yang sama juga dikemukakan Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur KH Marzuki Mustamar. Ia menyebut Nyai Rodliyah Djazuli memiliki peran yang sangat berpengaruh terhadap keberadaan pesantren Ploso saat itu dan sekarang.


“Bu Nyai Rodliyah itu luar biasa, saya menyebutnya Khodijahnya abad 20. Beliau sadar betul supaya Mbah Kiai Djazuli full totalitas mengurus santri, ngimami santri, mendoakan santri, wiridan bersama santri, mengajar santri. Bu Nyai sangat sadar itu, maka hampir semua kebutuhan itu Bu Nyai sanggup menghandelnya,” ujarnya.


Menurutnya alumni Pondok Pesantren Al-Falah Ploso yang alim-alim itu tidak bisa lepas dari totalitas Mbah Kiai Djazuli dalam mengajar. Di situ juga terdapat peran Bu Nyai Rodliyah yang totalitas terhadap Mbah Kiai Djazuli.


”Mbah Kyai Djazuli wafat tahun 1976, kemudian Bu Nyai Rodliyah wafat tahun 1996. Dalam kurun waktu 20 tahun dirinya tanpa Mbah Kiai Djazuli, mengurus keluarga, mengurus anak cucu, mengurus santri sendirian. Selama 20 tahun itu perkembangan Pondok Ploso dari tahun 1976 sampai tahun 1996 berkembang luar biasa. Itu peran Bu Nyai, tidak mudah menjadi Bu Nyai,” pungkasnya.


Membagi peran

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah Ploso Nyai Hj Lailatul Badriyah Djazuli mengatakan bahwa Kiai Djazuli Utsman dan Nyai Rodliyah Djazuli merupakan pasangan yang serasi, yang ideal dalam membagi peran, saling membantu, dan saling menutupi kekurangan.


“Ibu saya mengatakan kepada bapak saya. Pak sekarang kita bagi tugas panjenengan tugase ngaji, dan ngaji. Tugas saya mencari nafkah untuk mencukupi putra-putra, lan menghidupi dapur. Ibu saya mengatakan kepada bapak seperti itu. Ibu Nyai Hj Rodliyah benar-benar merupakan wanita yang gigih dan tangguh,” ujarnya.


Menurutnya, Ibu Nyai Hj Rodliyah setelah Shalat Subuh itu menyimak anak-anaknya membaca Al-Qur’an. Setelah itu pergi ke pasar, menjual sayur-sayuran hasil dari panennya sendiri, dan menjual kain.


“Dengan keadaan telaten ibu mencarikan nafkah untuk putra-putra. Dengan kerepotan yang seperti itu, ibu saya tidak lupa tugasnya mentarbiyah putra-putra. Ada satu hal yang paling ibu tidak suka, yaitu apabila ada orang yang memuji anak-anaknya. Karena ibu khawatir pujian itu racun yang mematikan, mematikan apa saja, membuat merasa besar kepala,” pungkasnya.


Kontributor: Malik Ibnu Zaman.
Editor: Syamsul Arifin