Daerah

Kisah Kiai Ismail, Tokoh Gigih yang Memberantas Tuna Aksara di Lereng Gunung Arjuno

Sen, 13 Maret 2023 | 20:00 WIB

Kisah Kiai Ismail, Tokoh Gigih yang Memberantas Tuna Aksara di Lereng Gunung Arjuno

Kompleks makam KH Ismail di Masjid Al-Hidayah Kabupaten Malang, Jawa Timur. (Foto: NU Online/Syarif)

Malang, NU Online

Masjid Al-Hidayah berdiri megah di sisi jalan raya Kabupaten Malang menuju Kota Wisata Batu (Kecamatan Bumi Aji), tepatnya di Desa Donowarih, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, Jawa Timur.


Arsitek Masjid Al-Hidayah yang mirip Hagia Shopia, menjadi nilai tersendiri yang membuat banyak wisatawan mampir di masjid ini. Apalagi di sisi masjid ada pemandangan pegunungan dan udara segar.


Di balik kemegahan Masjid Al-Hidayah, ada sosok sentral yaitu KH Ismail bin Arif Raden Pakunegoro. Kiai Ismail merupakan tokoh agama yang berasal dari Demak, Jawa Tengah.


KH Ismail lahir di Demak pada tahun 1901 M/1319 H dan wafat pada tahun 1994 M/1415 H. Makam Kiai Ismail berada tepat di sisi Masjid Al-Hidayah bagian barat.


Menurut cicit KH Ismail, Naufal Ulinnuha, sosok Kiai Ismail diperkirakan datang ke Malang tahun tahun 1930-an, di awal kedatangannya, KH Ismail lebih fokus pada pengajaran baca tulis Al-Qur’an.


Saat itu, masyarakat daerah Kecamatan Karangploso yang berada di lereng Gunung Arjuno masih banyak yang buta baca tulis Al-Qur’an. Dari sinilah dakwah Kiai Ismail dimulai, memberantas tuna aksara Al-Qur’an.


“Cita-cita mulia dan luhur Kiai Ismail yaitu mencerdaskan masyarakat yang masih buta huruf Al-Qur’an dan mengajak masyarakat beribadah kepada Allah,” jelas Naufal kepada NU Online pekan lalu.


Naufal menceritakan, untuk memudahkan kegiatan dakwahnya, Kiai Ismail mulai mendirikan Masjid Al-Hidayah bersama murid dan masyarakat sekitar pada tahun 1936. Saat itu, Masjid Al-Hidayah dibangun dari bambu yang dianyam sehingga menjadi segi empat (besek) dan ditempelkan di pinggir masjid.


Kiai Ismail dan Masjid Al-Hidayah menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, kegiatan keagamaan dengan haluan ahlussunnah wal jamaah dilaksanakan secara rutin di Masjid Al-Hidayah.


“Rumah Kiai Ismail berada di sisi Masjid Al-Hidayah, jamaahnya datang dari berbagai daerah seperti Kota Batu, Kota Malang, Kabupaten Malang, dan luar daerah,” katanya.


Dalam dakwahnya, Kiai Ismail banyak menekankan pada pentingnya belajar ilmu agama, agar mengetahui hukum Allah tentang keharaman zina, syirik, perilaku kekerasan kepada sesama dan tidak mengambil hak orang lain.


Hal ini dikarenakan mayoritas masyarakat sekitar Masjid Al-Hidayah adalah petani yang sangat rawan konflik lahan.
“Selain memimpin ibadah keagamaan seperti salat dan zikir, Kiai Ismail juga sering diminta mengobati dan mendoakan jama’ah,” beber Naufal.


Melihat jamaah yang semakin banyak dan ada tuntutan pendidikan formal, pada tahun 1951 KH Ismail bersama masyarakat mendirikan Madrasah Ibtidaiyah Al-Hidayah.


Madrasah tersebut diharapkan bisa ikut mencerdaskan kehidupan anak bangsa, khususnya warga lereng gunung Arjuno, Kecamatan Karangploso. Ketika itu, sangat langka ada sekolah formal Islam, karena Indoensia baru saja merdeka.


KH Ismail juga menekankan keluarga, santri dan jamaahnya untuk mencintai dan menghormati keluarga nabi. Kiai Ismail dikenal masyarakat sebagai tokoh yang ramah dan perhatian.


Tak jarang seseorang yang sakit secara mental datang ke Kiai Ismail minta dibimbing dan didoakan agar sembuh.


Karena semakin banyak masyarakat yang datang dan minta bimbingan, akhirnya pada tahun 1979 berdirilah asrama-asrama santri di samping ndalem KH Ismail. Asrama inilah cikal bakal Pondok Pesantren Al-Hidayah.


“Demi kelancaran dakwah, tahun 1969 berdiri Raudlatul Athfal, Madrasaah Tsanawiyah di tahun 1983, kini jadi salah satu sekolah favorit,” ungkap Naufal.


Dikatakan, KH Ismail memiliki umur yang panjang yaitu 93 tahun. Hingga akhir hayatnya, KH Ismail masih rutin dan istiqomah mendampingi masyarakat dalam kegiatan keagamaan.


Kiai Ismail juga rutin mengaji kitab kuning di Masjid Al-Hidayah dan Pesantren Al-Hidayah. Kajian ini tidak hanya diikuti oleh santri, tapi juga masyarakat dari berbagai daerah.


Tak mengherankan, mayoritas masyarakat Kecamatan Karangploso, Malang mencintai KH Ismail karena jasanya menyebarkan ajaran Islam yang penuh cinta.


Kini, instansi yang didirikan KH Ismail berada dalam naungan Yayasan Taman Pendidikan Islam (YTPI) Al-Hidayah yang dipimpin Gus Ahmad Ali. Pada tahun 2017 berdiri Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).


“Ada ribuan santri yang belajar di Al-Hidayah, ada yang menetap, sebagian masih pulang pergi dari rumah,” tandas Naufal.


Kontributor: Syarif Abdurrahman

Editor: Fathoni Ahmad