Bantul, NU Online
Pada 23 Juni 2014 yang lalu, Pondok Pesantren Al-Imdad menjadi tuan rumah dari pengajian keliling Selasa Wage yang dipimpin KH Habib Abdus Syakur di kompleks baru pesantren setempat di Dusun Kedung, Guwosari, Pajangan, Bantul, DI Yogyakarta.
<>
Hilir mudik santri putra mempersiapkan acara sudah nampak sejak pagi. Mereka menggunakan kendaraan roda tiga gerobak bermotor untuk mengangkut berbagai perlengkapan yang dibutuhkan dari lokasi Pondok Pesantren Al-Imdad Kauman menuju Kompleks II Pondok Pesantren Al-Imdad Pajangan.
Pengajian rutin Selasa Wage tersebut sekaligus menandai peresmian Komplek II Pondok Pesantren Al-Imdad Pajangan yang sedianya akan menjadi lokasi asrama dan sekolah bagi santri putra Madrasah Aliyah Unggulan Al-Imdad Bantul di tahun ajaran baru yang akan datang.
Acara pengajian dan peresmian gedung baru tersebut dimulai seusai santri-santri putra Pondok Pesantren Al-Imdad melaksanakan Sholat ‘Isya berjama’ah bersama para undangan. Tampak di tengah para undangan bapak-bapak dan ibu-ibu anggota jama’ah pengajian Selasa Wage. Dan tidak sedikit dari mereka yang merupakan wali santri di Pondok Pesantren Al-Imdad.
Dalam pengajian ini, disampaikan pula mauizhoh hasanah oleh Kiai Hendri Soetopo dari Krapyak, Yogya. Para hadirin dan santri terlihat sangat bersemangat mendengarkan pesan-pesan kebaikan yang dibawakan dengan meriah oleh Kiai Hendri.
Isi tausiah sempat menyerempet isu-isu politik. Mungkin karena saat ini memang masih musim pemilu. Dalam mauizhoh yang beliau sampaikan, Kiai Hendri mengartikan politik sebagai ‘cara’. Menurut Kiai Hendri, hampir setiap elemen kehidupan kita ternyata butuh politik. Misalnya politik berdagang dan berumah tangga.
Kiai Hendri mengisahkan bahwa ada seorang penjual soto anyaran yang pernah datang untuk minta diberikan kiat-kiat berdagang. Lantas, Kiai Hendri pun menjawab dengan ilmu “politik” miliknya.
“Saya jawab, ‘Pak, kalo sampeyan ingin sukses cobalah kiat-kiat berikut. Pada hari pertama, buatlah soto hanya 10 mangkok saja. Alasannya, jika ternyata tidak laku, maka persentase kerugian tidak akan terlalu besar. Tapi, sebaliknya, jika soto laku semua, bersyukurlah,” kisah Kiai Hendri.
Hadirin yang belum begitu paham dengan maksud Kiai Hendri tampak bertanya-tanya. Namun, pertanyaan mereka segera terjawab saat Kiai Hendri melanjutkan, “Terus, kalau sudah begitu, tulislah pesan dengan kata-kata yang terang ‘SOTO HABIS’ di depan warung. Kata-kata itu akan menarik perhatian orang, karena soto sudah habis dalam waktu cepat. Nah… besoknya, saya jamin pembeli akan datang lebih awal agar tak kehabisan soto.”
Tawa hadirin dan santri segera saja membuncah saat mereka menyadari arah pembicaraan Kiai Hendri. Dan seolah memanfaatkan momentum, Kiai Hendri melanjutkan, “Seperti bapak-bapak yang hadir di sini, saya ini juga seorang kepala rumah tangga. Untuk bisa sukses, saya dituntut untuk menguasai ilmu-ilmu tentang rumah tangga.”
“Panjenengan mau tahu rahasia saya?” tanya Kiai Hendri. “Untuk mengatasi uang belanja yang menipis, saya biasanya menyuruh istri untuk membeli beras berkualitas walaupun harganya cukup mahal. Alasan utama saya biar irit.”
Kembali hadirin dihadapkan pada logika yang dilontarkan Kiai Hendri. Ternyata ini juga tak lain sebagai sebuah “politik” dari Kiai Hendri untuk menghemat biaya lauk makan. Karena dengan nasi yang enak, lauk apapun tetap terasa nikmat. Sedangkan nasi yang tidak baik tetap saja tidak akan terasa enak walaupun lauknya ayam dan ikan sekalipun.
Tampak para santri sangat bersemangat mendengar “taushiyah” politik dari Kiai Hendri Soetopo. Mereka seperti berangan-angan semakin siap menghadapi masa depan. Semoga semua cita-cita baik dari para santri selalu diberikan kemudahan oleh Allah SWT. Amiin. (Dea Candrawati/Mahbib)
Terpopuler
1
Khutbah Idul Adha 2025: Teladan Keluarga Nabi Ibrahim, Membangun Generasi Tangguh di Era Modern
2
Khutbah Idul Adha: Menanamkan Nilai Takwa dalam Ibadah Kurban
3
Bolehkah Tinggalkan Shalat Jumat karena Jadi Panitia Kurban? Ini Penjelasan Ulama
4
Khutbah Idul Adha: Implementasi Nilai-Nilai Ihsan dalam Momentum Lebaran Haji
5
Khutbah Idul Adha Bahasa Jawa 1446 H: Makna Haji lan Kurban minangka Bukti Taat marang Gusti Allah
6
Khutbah Idul Adha: Menyembelih Hawa Nafsu, Meraih Ketakwaan
Terkini
Lihat Semua