Daerah

Majelis Shalawatan Jadi Sarana Efektif Bina Masyarakat

Kam, 13 Februari 2020 | 12:00 WIB

Majelis Shalawatan Jadi Sarana Efektif Bina Masyarakat

Ketua terpilih PAC Muslimat NU, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Faidatun Shiddiqoh. (Foto: NU Online/ Aryudi AR)

Jember, NU Online
Majelis Shalawatan yang biasa menggema di desa-desa, ternyata mempunyai fungsi yang luar biasa. Selain mampu mempererat tali silaturrahim antar jamaah, shalawatan juga bisa menjadi ajang sosialisasi ajaran Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja). Sehingga sesungguhnya posisi shalawatan cukup penting untuk tegaknya Islam yang rahmatan lil’alamin.

 

“Karena itu, saya berkomitmen untuk tetap menggelar shalawatan di PAC (Pimpinan Anak Cabang) Panti, kalau bisa dua kali dalam sebulan,” ucap Ketua terpilih PAC Muslimat NU, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Faidatun Shiddiqoh kepada NU Online di kediamannya, Dusun Sumbersari, Desa Kemuningsari Lor, Kecamatan Panti, Rabu (12/2).

 

Menurut Faidatun, amanah yang diberikan kepada dirinya sebagai Ketua Muslimat NU Panti dalam sebuah konferensi, Ahad (9/2) lalu, cukup berat. Meski demikian, ia mengaku sudah memantapkan hati untuk menerima amanah itu.

 

“Yang penting saya niatkan untuk mengabdi kepada NU, mengabdi kepada ulama,” ucapnya.

 

Saat ini, katanya, NU menghadapi tantangan yang cukup besar, yaitu munculnya kelompok intoleran yang sudah menyebar kemana-mana. Selain itu, Panti dikenal sebagai daerah yang rawan terjadinya konflik antar warga, khususnya mereka yang terlibat dalam perguruan silat.

 

“Bagaimanapun kita harus punya kontribusi untuk menekan itu (konflik) agar tidak semakin menjadi-jadi,” jelasnya.

 

Faidatun menegaskan keinginannya menggelar pertemuan rutin (shalawatan) di tujuh ranting Muslimat NU yang ada di Panti. Diakuinya, sebagian banyak Ranting Muslimat NU di Panti terletak di tempat yang sangat terpencil, bahkan ada yang berada di dekat hutan. Walaupun demikian, Faidatun menyatakan akan mengagendakan pertemuan di ranting-ranting itu.

 

“Sebab, gunanya sangat banyak bagi masyarakat,” terangnya.


Dalam pandangan Faidatun, shalawatan atau apapun namanya, sebenarnya sudah lama menjadi tradisi di desa-desa, namun dalam beberapa tahun terakhir volumenya berkurang. Dari forum itulah, pembinaan akhlak remaja putri dilakukan. Sebab, isinya bukan hanya membaca shalawat dan tahlilan, tapi juga tausiyah, dan sosialisasi keputusan organisasi.

 

“Makanya itu (shalawatan) harus kita pertahankan, termasuk untuk menekan pengaruh gerakan radikal dan intoleran, bisa lewat forum itu,” pungkasnya.

 

Pewarta: Aryudi AR
Editor: Muhammad Faizin