Daerah

Majelis Zikir Ratibul Haddad, Benteng Aswaja di Jember

Kam, 5 Maret 2020 | 03:30 WIB

Majelis Zikir Ratibul Haddad, Benteng Aswaja di Jember

Ketua Majelis Zikir Rotibul Haddad Jember, H Muhammad Agus Salim (berdiri) dan KHM Mushoddiq Fikri (duduk). (Foto: NU Online/Aryudi AR)

Jember, NU Online
Tak bisa dipungkiri bahwa ajaran Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) an-Nahdliyah mempunyai kontribusi penting bagi terciptanya suasana kondusif dan relijius. Sebab ajaran Aswaja an-Nahdliyah selalu berpijak pada pada tiga prinsip, yaitu at-tawasuth (sikap tengah-tengah), at-tawazun (seimbang dalam segala hal), dan al-i'tidal (tegak lurus). Sementara dari sisi interaksi dengan sesama manusia, Aswaja menerapkan sikap tasamuh (toleransi). Prinsip inilah yang menjadi denyut nadi sikap Nahdliyin dalam beragama, berbangsa dan bernegra.  Muara dari ajaran itu memposisikan Islam sebagai agama yang rahmatan lil’alamin.
 
Namun dalam beberapa tahun terakhir ini, Islam sebagai agama yang rahmatan lil’alamin mulai diusik. Oleh sebagian orang, Islam dihadirkan dengan wajah yang sangar, intoleran, dan mudah menyalahkan, bahkan mengafirkan orang lain. Dan tak ayal, hal itu menimbulkan gundah gulana di tengah-tengah masyarakat. Sebab, tidak sedikit, masyarakat yang terpapar propaganda  kelompok- kelompok radikal, merasa paling benar sendiri dan sebagainya.
 
Kegundahan itulah yang menginisiasi  berdirinya Majelis Zikir Ratibul Haddad di Jember, Jawa Timur sejak 2016. Fungsinya adalah untuk membentengi masyarakat dari pengaruh ajaran agama yang (diubah) berwajah sangar tersebut. Sebab, jika itu dibiarkan, akan berdampak sosial yang cukup destruktif.
 
“Bayangkan jika di negeri ini rasa toleransi sudah habis, sikap menyalahkan orang  lain sudah tumbuh subur, lalu apa yang akan terjadi. Insyaallah kita jadi negeri yang kacau balau,” ujar Ketua Majelis Zikir Ratibul Haddad Jember, H Muhammad Agus Salim di sela-sela acara Ratibul Haddad di masjid Raudhatul Muchlisin, Kelurahan/Kecamatan Kaliwates Jember, Jawa Timur, Rabu (4/3) malam.
 
Menurut alumnus Pondok Pesantren Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep, Madura itu, Majelis Zikir Ratibul Haddad setiap awal bulan menggelar acara di Raudhatul Muchlisin. Total ada 15 masjid besar di Jember yang menjadi ‘tuan rumah’ acara Majelis Zikir Ratibul Haddad, termasuk masjid Jamik Al-Baitul Amin Jember.

Adapun rangkaian kegiatan majelis ini adalah pembacaan zikir ratibul haddad, shalawat (simtut durar), dan kajian keislaman. Untuk kajian keislaman menggunakan kitab Sullamut Taufiq, Tafsir Jalalain, dan Arbain Nawawi. Pembacaan kitab itu diselang-seling dengan pengasuh utama, KH M. Mushoddiq Fikri (Ketua Dewan Pembina Majelis Zikir Ratibul Haddad).
 
Di setiap acara, juga dihadirkan pemateri lain, yang biasanya didatangkan dari luar. Sejumlah nama beken yang pernah dihadirkan di majelis tersebut, diantaranya  adalah KH Abdullah Syamsul Arifin (Ketua PCNU Jember), Habib Novel al Al Aydrus (Solo), Gus Miftah (Yogyakarta), Habib Jindan bin Novel (Jakarta), dan Rais ‘Aam PBNU, KH Miftchul akhyar.
 
“Kami ingin melestarikan amalan ratibul haddad yang memang menjadi ciri khas amalan Nahdliyin. Dan kami juga ingin memperluas wawasan jamaah dengan mengundang narasumber yang kompeten untuk bidang kajian keagamaan,” jelas H Agus yang juga bendahara PC LKKNU Jember itu.
 
Pewarta: Aryudi AR
Editor: Muhammad Faizin