Daerah

Masjid Al-Muttaqin Kaliwungu jadi Tumpuan Kehidupan Warga

Kam, 28 Juni 2018 | 01:00 WIB

Masjid Al-Muttaqin Kaliwungu jadi Tumpuan Kehidupan Warga

Masjid Al-Muttaqin, Kaliwungu Kendal

Kendal, NU Online
Masjid Al Muttaqin yang berada di jantung Kecamatan Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah, sekilas bangunan ini tampak baru dengan gaya arsitektur modern. Namun nyatanya, masjid ini sudah mengalami pemugaran, bahkan lebih dari lima kali.

Masjid Al-Muttaqin pertama kali didirikan pada tahun 1653 M sebagai media dakwah Islam oleh seorang ulama bernama Kiai Asy'ari atau Kiai Guru. Masjid ini menjadi simbol kelahiran Islam di Kaliwungu.

Selain memiliki dua menara di sisi kanan-kirinya, di dalam masjid ini dihiasi ornamen yang kental dengan nuansa Jawa. Ciri yang melekat pada desain arsitekturnya terlihat dari ornamen tiang, langit-langit, mimbar bertingkat yang terbuat dari kayu, mihrab tempat imam memimpin shalat dan kubah yang berada di atasnya.

Masjid Al Muttaqin merupakan masjid utama dan terbesar di Kaliwungu. Letaknya berada di sebelah barat alun-alun Kaliwungu. Karena terletak di samping jalan raya Semarang-Kendal, masjid ini selalu ramai dan menjadi jujugan masyarakat yang datang beribadah ataupun digunakan sebagai tempat transit oleh warga dari luar kota.

Keramaian masjid ini semakin bertambah, sebab di sekitarnya berdiri sebuah pesantren bernama Salaf APIK. Keberadan pesantren yang telah berdiri sejak tahun 1919 M itu semakin menambah semarak suasana religius Kaliwungu dengan berbagai kegiatan ibadah dan pengajian di dalamnya. Apalagi Kaliwungu juga menyandang predikat sebagai kota santri.

Sejak didirikan hingga sekarang, Masjid Al-Muttaqin sangat lekat dengan budaya masyarakat setempat. Berbagai tradisi keagamaan berbalut kearifan lokal sering digelar di seputar masjid ini. Hal ini yang membedakan masjid Al-Muttaqin dengan masjid lainya.

Bila baru-baru ini terjadi fenomena politisisasi masjid, dengan menjadikan masjid sebagai tempat kampanye politik kekuasaan dan untuk kepentingan politik jangka pendek, justru masjid Al-Muttaqin mampu melakukan fungsi dasar masjid sebagai tempat membangun dan mengikat keutuhan umat Islam.

Keberadaan Masjid Al-Muttaqin dinilai mampu menjadi tumpuan bagi kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Salah satunya lewat perputaran ekonomi.

NU Online berkesempatan singgah di masjid Al-Muttaqin pada Senin (25/6). Saat itu di Kaliwungu masih dalam suasana Syawalan yang berlangsung selama hampir dua pekan setelah lebaran, sehingga kemeriahan dan keriuhan tradisi ini masih bisa dirasakan.

Kemeriahan tradisi syawalan yang dihelat  di seputar masjid Al-Muttaqin dengan ribuan pengunjungnya memang menggerakkan ekonomi masyarakat sekitar. Seakan tidak ada ruang kosong, ratusan lapak dengan berbagai ukuran berdiri dengan menjajakan jenis dagangan yang menawarkan harga murah bagi para pengunjung. Mereka mendapat income dari aktivitas perdagangan, termasuk juga lahan parkir.

Tidak hanya itu, keberadaan berbagai wahana permainan, seperti kereta anak, komedi putar, bianglala, ombak banyu, kora-kora, rumah hantu, semakin menarik minat masyarakat untuk datang menikmati keramaian.

Keberadaan Masjid Al-Muttaqin dengan tradisi kearifan lokal di dalamnya benar-benar mampu memberi dampak yang positif bagi kesejahteraan dan keberkahan ekonomi masyarakat. 

Maka sangat layak bila fungsi masjid tidak hanya digunakan sebagai tempat ibadah, namun juga digunakan sebagai tempat membangun dan memberdayakan kesejahteraan masyarakat dengan tanpa mengurangi nilai-nilai religiusitas masjid itu sendiri. (Zaenal Faizin/Muiz)