Blitar, NU Online
Setiap anggota dan pengurus Nahdlatul Ulama harus militan dalam perjuangan dan ibadah. Mereka yang orang mengaku sebagai warga NU harus sejalan dengan empat hal yaitu amaliah, fikrah, harakah dan ghirah.
Hal ini disampaikan Rais Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Blitar, Jawa Timur, KH Ardani Ahmad saat acara Madrasah Amil. Kegiatan diselenggarakan Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Udanawu di Masjid Al-Musthofa, Bakung, Senin ( 27/5).
"Banyak orang yang mengaku NU dan mengira bahwa menjadi NU itu sudah cukup dengan qunut, tahlil, maulidan, ziarah kubur dan lain sejenisnya. Padahal, itu hanya sebagian kecil pondasi ke-NU-an dari segi amaliah," ujar Kiai Ardani, sapaan akrabnya.
Menurut Pengasuh Pesantren Al-Falah, Kecamatan Talun ini bahwa sejatinya menjadi Nahdlatul Ulama itu harus memiliki 4 (empat) pondasi utama. Yakni pondasi yang sudah diwariskan oleh para ulama pendiri jamiyah.
“Yang pertama adalah amaliah harus NU,” ungkapnya.
Dalam pandangannya, NU merupakan organisasi Islam yang mengusung ideologi Ahlussunnah wal Jamaah. “Yakni ideologi yang menjaga kemurnian Islam dengan berpegang pada Al-Qur’an, Sunnah Nabi atau para aahabat, ijma, serta qiyas,” urainya.
Amaliah yang dilakukan warga NU akan terjamin lantaran terdisiplinkan melalui sanad ilmu yang jelas. “Dengan ciri bermadzhab pada salah satu madzhab fiqih yang empat yaitu Imam Hanafi, Maliki, Hambali, serta Syafii, “ katanya.
Kemudian yang juga tidak dapat dipisahkan adalah dalam beraqidah. “Yaitu sesuai dengan Islam yang diajarkan Rasulullah SAW,” tegasnya.
Sedangkan kedisiplinannya sesuai dengan manhaj Imam Abu Hasan Al-Asy'ari.dan Imam Abu Manshur al-Maturidi. “Serta bertasawuf disiplinnya sebagaimana telah dirumuskan Imam Al-Ghazali dan Imam Junaidi Al-Baghdadi," jelas alumnus Pesantren Al-Falah Ploso Kediri ini.
"Sehingga bisa dikatakan, bukan orang NU apabila amaliahnya bukan amaliah Ahlussunnah wal Jamaah. Apalagi bila sampai menyerang amaliah Ahlussunnah wal Jamaah, itu jelas bukan NU," terangnya.
Yang kedua adalah fikrah atau pemikiran. Menurutnya dalam cara pandang atau berpikir, Nahdlatul Ulama senantiasa mengusung nilai-nilai yang berhaluan pada konsep tasammuh (toleran), tawassuth (pertengahan), tawazun (seimbang) dan muadalah atau adil.
"NU harus senantiasa teduh, tidak condong pada pemikiran liberal, tidak pula pada radikal. Bersama konsep tersebut, orang NU sejatinya tidak akan mudah kagetan, dan tidak akan terjebak pada jurang pemikiran yang kaku," jelas kiai kelahiran Banyuwangi ini. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa bukan NU apabila ada orang yang berpikir liberal, apalagi radikal, lanjutnya.
Bagi Kiai Ardani, orang yang melakukan aksi terorisme, meyimpan bom untuk melakukan kerusakan, mudah menyembelih orang (bahkan divideo) akibat pemikiran sadis. “Maka itu bukan cara berpikir orang NU, " jelasnya.
Ketiga adalah harakah atau gerakan. “Menjadi NU tentu harus bergerak sesuai dengan cara NU,” katanya.
Gerakan NU yang baik adalah yang selaras dan satu koordinasi dengan keorganisasian NU. Siapapun bisa bergerak untuk NU, bisa berjuang bersama struktural, maupun hanya sebagai kultural.
"Maka tidak dibenarkan, ada orang mengaku NU, namun malah masuk dalam gerakan atau organisasi yang justru bertentangan dengan gerakan NU.Terlebih masuk gerakan yang ingin menghancurkan NU, maka hal demikian adalah celaka besar. Na'udzubillah,” tandasnya.
Pada kesempatan tersebur Kiai Ardani memberikan contoh, ada orang mengaku NU namun masuk dalam gerakan atau organisasi yang berafiliasi dengan Wahabi dan Syiah. “Maka itu tidak dibenarkan karena keduanya termasuk dalam kategori gerakan radikalis, dan bukan bagian dari Ahlussunnah wal Jamaah," ungkap Kiai Ardani.
Wahabi, katanya bahkan ingin menghancurkan dan membinasakan paham Ahlussunnah wal Jamaah. "Banyak amaliah NU dituduh bid'ah, musyrik, sesat, dan bahkan di antaranya menyatakan halal untuk dibunuh," jelasnya.
Yang keempat, kata Kiai Ardani adalah ghirah yakni semangat. “Untuk nahdliyyin semua, kuatkan hati kita, tetapkan iman dan ketakwaan kita kepada Allah SWT. Kita yakini bahwa NU adalah rumah besar kita,” tegasnya.
Dalam penjelasannya, NU merupakan rumah para ulama, kiai, santri, dan bahkan seluruh masyarakat Muslim Indonesia yang sebagian besarnya adalah masyarakat NU. “Kita yakini bahwa kita lahir sebagai orang NU, tumbuh besar sebagai orang NU, dan akan mati sebagai orang NU,” katanya.
Dirinya berharap jangan ada keraguan dalam hati untuk merawat NU dan menetapkannya. “Kuatkan semangat kita arena ujian dan cobaan yang dihadapi saat ini sangatlah berat,” ajaknya.
Lalu baimana cara menjaga NU supaya bisa militan? Di antaranya dengan mempercerdas otak dan hati. “Yaitu dengan mendekat kepada ulama, kiai dalam majelis ilmu. Sebab tanpa ilmu, sudah pasti kita akan dibodohi dan ditipu,” ungkapnya.
Madrasah Amil diikuti sekitar 110 orang utusan dari Ranting NU dan takmir masjid se-MWCNU Udanawu.Acara berlangsung usai jamaah tarawih hingga pukul 24.00 Wib.
Karena bertepatan dengan malam 23 Ramadhan, sebagian peserta bersama dengan jamaah masjid melanjutkan shalat lail dengan imam KH Muhaimin Basrowi.
"Alhamdulillah semua MWCNU se-Blitar udah selesai mengikuti madrasah amil dan sudah diuji yang lolos akan menerima sahadah kelulusan, " pungkas Efendi dari PC LAZISNU Blitar (Imam Kusnin Ahmad/Ibnu Nawawi)