Daerah JIHAD PAGI

Mengatur Sifat Amarah dalam Diri Manusia

Sen, 29 Februari 2016 | 00:34 WIB

Mengatur Sifat Amarah dalam Diri Manusia

Ustad Ahmad Syaifuddin saat mengisi materi pada Ngaji Ahad Pagi (Jihad Pagi), di Aula Gedung PCNU Pringsewu, Lampung, Ahad (28/02)

Pringsewu, NU Online

Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu dihadapkan dengan berbagai macam permasalahan. Hal ini sebagai konsekuensi interaksi dengan lingkungan yang kadangkala mengikis kesabaran dan akhirnya melahirkan sifat amarah dalam diri manusia.

"Sifat marah adalah sifat dasar manusia. Tidak ada manusia yang tidak mempunyai sifat marah. Manusia yang tidak punya marah itu malaikat yang berwujud manusia. Namun manusia yang kerjannya marah terus itu Iblis yang berwujud manusia," kata Ustadz Ahmad Syaifuddin saat mengisi materi pada Ngaji Ahad Pagi (Jihad Pagi), di Aula Gedung PCNU Pringsewu, Lampung, Ahad (28/2).

Ustadz Syaiful, demikian ia disapa, menerangkan dengan merujuk hadits Nabi nomor 16 pada kitab Arbain Nawawi bahwa Nabi Muhammad SAW berpesan kepada umatnya agar senantiasa menahan amarah dalam menghadapi setiap persoalan.

"Marah boleh. Yang tidak diperbolehkan adalah marah-marah. Karena marah-marah itu seperti bara api yang membakar manusia," tegasnya.

Menurut Imam Al-Ghazali, kemarahan merupakan pembuka segala keburukan dan dapat menghilangkan kebaikan. Lalu bagaimana menghilangkan kemarahan yang sering muncul di tengah problematika kehidupan?

"Jika rasa marah datang menghampiri maka duduklah, jika belum hilang berebahlah, jika belum hilang berwudhulah, jika belum hilang shalatlah, jika belum hilang bacalah Al-Qur'an. Insyaallah rasa marah yang membuncah akan sirna," katanya.

Ustadz Syaiful menekankan, manusia adalah makhluk yang banyak dosa dan tidak memiliki kekuasaan apa-apa. "Orang yang suka marah-marah itu merasa banyak wewenang, banyak kekuasaan. Mereka merasa bisa apa-apa dan punya apa-apa. Padahal tidak,"  terangnya.

Ia juga mengingatkan jamaah agar senantiasa menanamkan sifat sabar dan selalu menebar kebaikan kepada sesama. "Tebarkan kebaikan dan peganglah prinsip bahwa kebaikan apa pun yang dilakukan jangan ada terbersit keinginan untuk mendapat pamrih dan dipuji oleh orang lain," pungkasnya. (Muhammad Faizin/Zunus)