Jombang, NU Online
Warga Negara Indonesia tengah menghadapi tahun politik belakangan ini. Mereka akan menentukan pilihannya masing-masing di antara calon legisltif dan juga calon presiden yang ada. Sebagian warga yang lain bisa dipastikan akan pasang badan mengkampanyekan salah satu calon yang diyakini mampu memimpin pemerintahan ke depan.
Terkait hal ini, Ketua Pengurus Cabang (PC) Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama (LTMNU) Jombang, Jawa Timur Moh Makmun mengatakan, agar menekankan kampanye damai sebagaimana yang telah dideklarasikan baru-baru ini.
"Artinya kita semua perlu menjaga agar kontestasi politik lima tahunan ini berjalan dengan baik, lancar dan damai," ujarnya kepada NU Online, Jumat (28/9).
Salah satu tempat yang perlu dijaga dalam masa kampanye ini adalah masjid. "Jangan sampai masjid dijadikan tempat politik praktis dengan mendukung salah satu calon presiden atau menjelekkan calon presiden yang lain," imbuhnya.
Lebih jauh, masjid harus steril dari segala bentuk kegiatan politik praktis, agar jamaah yang ada tidak merasa terganggu. "Karena jamaah sangat beragam namun tujuannya sama untuk ke masjid, yaitu untuk beribadah dan mencari ilmu," jelasnya.
Adapun Langkah-langkah yang bisa ditempuh untuk menghindari politisasi masjid menurutnya ada dua aspek, yaitu aspek internal masjid dan juga eksternal masjid.
Aspek internal masjid imbuhn dia, yaitu terkait manajemen pengelolaan masjid. Aspek ini meliputi penetapan visi dan misi masjid. Aspek ini menjadi landasan bagi takmir untuk berjalan dalam rel yang paten dalam mengelola masjid.
"Siapapun yang menjadi takmir tinggal meneruskan dan menerjemahkan visi misi tersebut. Sehingga kalau ada yang menyeleweng tinggal kembali ke visi misi masjid," tegasnya.
Kemudian juga yang perlu dperhatikan pada aspek internal masjid adalah AD/ART Masjid. Aspek ini berguna sebagai pegangan takmir dalam menjalankan roda manajemen masjid, standar isi ceramah atau kajian tidak boleh menyinggung, menjelekkan orang, kelompok, ataupun madzhab.
"Intinya ceramah tidak boleh berisi provokasi atau menyebabkan perpecahan," kata pria yang juga Sekretaris ISNU Jombang ini.
Penting pula menurut pandangannya mengenai manajemen kajian kegiatan. Aspek ini meliputi kriteria atau standar penceramah, kegiatan apa saja yang menjadi program rutin dan program insidentil masjid.
Sedangkan aspek eksternal, lanjutnya, adalah terkait pengguna masjid, yaitu jamaah atau masyarakat. "Di sinilah letak pentingnya peran serta jamaah masjid untuk mengontrol dan mengevaluasi kinerja takmir masjid," ungkapnya.
Ketika ada penyelewengan terkait politisasi masjid ataupun hal-hal berbau kepentingan yang tidak ada kaitannya dengan peran dan fungsi masjid, kata dia, maka menurutnya jamaah berhak untuk menegur takmir.
"Karena sejatinya jamaah adalah tuannya takmir, sedangkan takmir masjid adalah pelayannya," tegas dosen Unipdu Peterongan Jombang ini.
Di samping itu, jamaah bisa melaporkan ke lembaga yang berwenang jika ada oknum takkmir masjid yang melakukan politik praktis dalam pengelolaannya. Misalkan melaporkan ke dewan masjid atau lembaga-lembaga yang menangani masalah kemasjidan agar ada pembinaan dalam manajemen masjid. (Syamsul Arifin/Muiz)