Daerah

Merengkuh Berkah dari Kampung Kaligrafi di Bondowoso

Ahad, 12 Mei 2019 | 11:00 WIB

Merengkuh Berkah dari Kampung Kaligrafi di Bondowoso

Ahmad Subairi (kanan) bersama NU Online.

Bondowoso, NU Online
Untuk masyarakat Bondowoso dan sekitarnya, sekarang tidak perlu bingung untuk membeli dan memesan tulisan kaligrafi. Karena di kota tape ini ada kampung  kaligrafi  yang berada di Desa Penanggungan RT 4 RW 2, Maesan, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur.

Disebut kampung kaligrafi, karena sebagian besar warganya berprofesi sebagai pengrajin kaligrafi. Mereka kebanyakan membuat kerajinan kaligrafi, lalu dijual pada pengunjung hingga melayani orderan dari luar daerah. 

Kepada NU Online, Ahmad Subairi sang pencetus kampung kaligrafi sekaligus pengelola bercerita ihwal kampung ini. “Awalnya saya membuat kaligrafi punya pesanan adik,” katanya, Ahad (12/5) petang. 

Pada saat yang sama, di sekitarnya banyak juga anak muda yang tidak memiliki pekerjaan tetap alias pengangguran. “Kebetulan saya punya keahlian membuat kaligrafi, akhirnya bersama-sama warga kampung membuat kaligrafi,” kenangnya.

Menurutnya, usaha membuat tulisan Arab dengan gaya eksotik tersebut digeluti delapan bulan lalu. “Dan akhirnya saya bersama teman lain memberanikan diri untuk menggagas keberadaan kampung kaligrafi ini," jelasnya.

Berkunjung ke kampung kaligrafi memang kian menambah kesejukan hati. Karena selain setiap sudut dihiasi tulisan kaligrafi, sejauh mata memandang sekitar yang tampak tulisan indah huruf Arab, bahkan ada yang bermodel tridi. 

"Sekarang memang yang lagi ngetren kaligrafi ini, yaitu model tridi,” terangnya.

Karena kalau model dua dimensi, mulai ditinggalkan penggemar. “Akhirnya kita juga mengikuti tren dengan membuat model tiga dimensi atau tridi,” sergah Riri, sapaan akrabnya. 

Saat ini kaligrafi dan tulisan untuk hiasan dinding dan sejenisnya tidak semata berbasis bahan kanvas. “Bahkan dari bahan sampah, serpihan kayu, sandal dan barang bekas lain bisa dibuat tridi dengan tulisan Arab,” ungkapnya sambil menunjukkan contoh benda di lokasi.

Hingga kini, kampung kaligrafi dihuni 20 seniman. “Hasil karya kami setiap hari dikirim ke sejumlah kota seperti Yogyakarta, Semarang hingga Batam, sesuai kenalan dan kolega yang ada,” kata ayah tiga anak tersebut.

Untuk harga kerajinan kaligrafi cukup bervariasi. “Warga tidak mematok harga khusus, tergantung ukuran serta tingkat kesulitan pembuatannya,” ungkapnya. 

Riri menjelaskan bahwa harga yang tersedia dari 100 ribu, hingga jutaa rupiah. “Sedangkan untuk omset atau penghasil dalam satu bulan rata-rata 15 juta rupiah setelah dipotong kebutuhan karyawan,” ungkapnya.

Dirinya bersyukur karena dengan berdirinya kampung kaligrafi ini pendapatan warga semakin meningkat. “Sehingga dapat mengangkat tingkat kesejahteraan masyarakat," jelas alumni IAIN Jember tersebut.

Sekedar diketahui, keberadaan kampung kaligrafi berkerja sama dengan organisasi kaum sarungan dan kampung KB yang mendukung kebutuhan bahan. Bagi nahdliyin yang berkenan menambah koleksi kaligrafi di rumah maupun tempat kerja bisa singgah di sini. (Ade Nurwahyudi/Ibnu Nawawi).