Daerah

Moderasi Beragama melalui Sastra Pesantren Kukuhkan Prof Wachid Jadi Guru Besar UIN Saizu

Sel, 29 Agustus 2023 | 20:00 WIB

Moderasi Beragama melalui Sastra Pesantren Kukuhkan Prof Wachid Jadi Guru Besar UIN Saizu

Prof H Abdul Wachid saat pidato pengukuhan Guru Besar Bidang Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di UIN KH Saifuddin Zuhri, Selasa (22/8/2023) (Foto: dok istimewa)

Banyumas, NU Online
Universitas Islam Negeri KH Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto mengukuhkan enam guru besar sekaligus pada Selasa (22/8/2023) pekan lalu. Salah satunya adalah Prof H Abdul Wachid sebagai profesor bidang Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.


Ini sekaligus menjadi yang pertama kalinya bagi UIN Saizu mengukuhkan guru besar bidang tersebut. Pada kesempatan itu, Prof Wachid menyampaikan pidato pengukuhan bertema Moderasi Beragama melalui Literasi Sastra Indonesia di Pondok Pesantren.


Dalam dokumen yang diakses NU Online, Selasa (29/8/2023), disebutkan dalam pemikirannya, Prof Abdul Wachid menyatakan bahwa pesantren menyediakan lingkungan pembelajaran yang kuat dengan pendekatan kontekstual dalam pemahaman agama. Hal ini berarti pesantren mengajarkan nilai-nilai agama dengan memperhatikan realitas sosial, kultural, dan sejarah Indonesia.


“Dalam konteks moderasi beragama, pesantren memberikan pemahaman yang lebih luas tentang ajaran Islam yang mengedepankan rahmatan lil'alamin (rahmat bagi seluruh alam) dan prinsip-prinsip persaudaraan,” ulasnya.


Menurut dia, literasi sastra sangat penting diajarkan di pesantren karena sastra memiliki kesamaan dengan tasawuf, yaitu mendekatkan hati manusia kepada Allah swt. Kemampuan bersastra dalam diri santri dapat melembutkan hati, pikiran, dan perilaku.


“Hati, pikiran, dan perilaku yang lembut merupakan pangkal dari sikap keberagamaan yang moderat (tengah). Sikap moderat merupakan salah satu sikap Nabi Muhammad saw yang patut diteladani karena beliau adalah sosok yang adil bagi kaumnya dan orang lain,” tuturnya.


“Dengan pengetahuan agama dan sastra yang mendalam, santri memiliki kepekaan perasaan, kejernihan pikiran, dan sikap egaliter yang kuat,” sambung Prof Wachid yang juga seorang penyair dan pegiat sastra.


Praktik moderasi beragama melalui literasi sastra Indonesia oleh santri di pesantren, lanjut dia, berangkat dari tradisi pembacaan kitab yang dilaksanakan secara bandongan dan sorogan. Dari situ, kita dapat menyimpulkan bahwa sastra Indonesia telah lama masuk dalam pesantren melalui literasi kitab yang dibaca, dipelajari, dan dipahami oleh santri dalam bingkai pesantren dan kebangsaan Indonesia.


“Karena tidak jarang kitab-kitab tersebut mengajarkan tentang wawasan bersosial dan problematika kehidupan yang dapat mengasah asumsi dan penalaran yang menjadikan santri dapat mengambil jalan tengah dan menjadikan ruang moderasi dalam bermasyarakat,” bebernya.


Prof Achid, begitu ia biasa disapa, juga merupakan salah satu penulis Indonesia yang produktif menulis sastra hingga tulisan ilmiah di ranah akademis. Ratusan karyanya telah terpublikasikan dan beberapa di antaranya berhasil sabet penghargaan bergengsi.


Pada 2021, bukunya berjudul ‘Sastra Pencerahan’ berhasil meraih hadiah sastra Majelis Sastra Asia Tenggara (MASTERA) untuk kategori nonfiksi yang diberikan oleh Malaysia.


Pada Juli 2023, Yayasan Hari Puisi Indonesia (HPI) mengumumkan buku puisi karyanya ‘Penyair Cinta’ sebagai salah satu buku kumpulan sajak terbaik dalam Sayembara Buku Puisi Hari Puisi Indonesia 2022.