Novel Dari Hari ke Hari Dibedah di Pesantren Tebuireng
NU Online · Ahad, 18 Mei 2014 | 16:30 WIB
Jombang, NU Online
Mahbub Djunaidi tak hanya dikenal sebagai tokoh pergerakan semata. Pria kelahiran Jakarta 27 Juli 1933 ini terampil menulis dengan ragam cara hingga dijuluki sebagai “pendekar pena”. Di antara buah karyanya dalam bentuk novel yaitu “Dari Hari ke Hari”.
<>
Novel tersebut Sabtu malam (17/5) dibedah di Aula Mahad Aly Pesantren Tebuireng, Jombang. Bedah novel menghadirkan tiga narasumber, Roy Murtadho (Ketua PKPD Hasyim Asy’ari sekaligus Direktur Tebuireng Media Group), Abdullah Alawi (Majalah Surah), dan Luthfi Taufiq (Alumni Ma’had Aly Hasyim Asy’ari). Bedah novel dipandu Ahmad Faozan, dari Aliansi Jurnalistik Pesantren.
Abdullah Alawi memaparkan, dari sisi cara penyampaian, novel itu ditulis dengan lugas, seederhana apa adanya, sehingga mudaha dimengerti siapa saja. Dan yang paling penting adalah humornya. “Ini yang sukar ditiru penulis-penulis lain. Jika kita membacanya, maka akan tertawa-tawa,” katanya.
Dari sisi tema, Mahbub membidik revolusi Indonesia yang sedang tertatih-tatih. Alawi mengutip pendapat Corry Layun Rampan yang mengatakan, Dari Hari ke Hari menggunakan sudut pandang bocah karena waktu itu republik juga masih bocah. Sudut pandang bocah yang mempertanyakan keadaan di sekelilingnya.
Alawi juga mengatakan, Mahbub pada pidato kebudayaan di Taman Ismail Marzuki tahun 1974 dengan judul “Sastra Bagi Saya” mengusulkan supaya seorang penulis sastra harus melibatkan persoalan-persoalan masyarakatnya.
Di ujung pemaparannya, Alawi menyebutkan, Mahbub tidak hanya penulis, dia aktivis pergerakan. Ia pernah aktif di IPNU, PMII, GP Ansor dan salah seorang Ketua PBNU. Ia juga terjun di partai politik karena ia yakin itulah sarana yang sah untuk membela rakyat melalui parlemen.
Roy Murtadho, santri senior Tebuireng yang sekarang ini menjabat sebagai Pimpinan Umum Tebuireng Media Group, mengatakan, Mahbub dengan menggunakan kata-kata yang lugas sangat ceplos-ceplos mengkritisi semua yang pernaah dialaminya ketika kecil.
Pak Roy manambahkan, objek sasaran tokoh yang menggunakan aku dan mengenai kehidupan masa kecil itu dikaitkan dengan apa yang terjadi di masanya. “Namanya anak kecil ya konyol, novel ini juga ikut konyol,” ungkapnya dengan nada berguarau.
Luthfi Taufiq, alumni Ma’had Aly Hasyim Asy’ari, mencoba menguraikan kata-kata dan sesion yang paling menarik dalam kajian karya Mahbub ini. Lelaki asal Demak ini memaparkan beberapa redaksi dalam novel tersebut.
Sebelum ditutup, Binhad Nurohmat, sastrawan dan kritikus sastra yang berdomisili di Jombang, berkomentar tentang novel ini Mahbub Djunaidi ini. Menurut dia, novel Dari Hari ke Hari bisa dikatakan menggunakan bahasa reportase.
Bedah novel tersebut digelar atas kerjasama BEM Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng dengan Tebuireng Media Group, Pusat Kajian Pesantren dan Demokrasi (PKPD) Hasyim Asy’ari dan Majalah Surah. (Abror TBI/AA)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menguatkan Sisi Kemanusiaan di Bulan Muharram
2
Khutbah Jumat: Mengais Keutamaan Ibadah di Sisa bulan Muharram
3
Inalillahi, Tokoh NU, Pengasuh Pesantren Bumi Cendekia KH Imam Aziz Wafat
4
Khutbah Jumat: Muharram, Momentum Memperkuat Persaudaraan Sesama Muslim
5
Khutbah Jumat: Jangan Apatis! Tanggung Jawab Sosial Adalah Ibadah
6
Khutbah Jumat: Berani Keluar Dari Zona Nyaman
Terkini
Lihat Semua